Ramadhan Tanpa Junnah, Umat Islam Kian Sengsara

 


Oleh:Finis (Penulis) 

Di tengah kegembiraan masyarakat muslim menyambut bulan Ramadhan 1446 Hijriah, ribuan karyawan PT Sri Rejeki Isman TBK(Sritex) di Sukoharjo tengah diselimuti kesedihan.

Mereka harus menerima kenyataan pahit setelah perusahaan tekstil raksasa tersebut resmi dinyatakan bangkrut dan akan tutup per 1 Maret 2025, mengakibatkan 10.965 buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). (kompas.com, 28/2/2025).

Di belahan kaum muslimin yang lain seperti Gaza, kondisi belum berubah. Sama saja dengan Ramadhan 2024, warga Gaza kembali menjalankan ibadah puasa dalam keterbatasan, ketidakjelasan, rasa sakit, rasa cemas dan takut, hingga rasa sedih akibat kehilangan sanak saudara, anak, juga orang-orang yang dicintainya.

Ramadhan penuh ujian. Demikian Fatima Al-Absi (57), warga Jabaliya, Jalur Gaza, memaknai Ramadhan tahun ini. (kompas.id,1/2/2025).

Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan yang mulia. Di dalamnya penuh dengan rahmat, keberkahan, dan ampunan, berlipat-lipatnya pahala, penghapusan dosa serta adanya malam istimewa yang lebih baik dari seribu bulan. Seharusnya setiap muslim  menyambutnya dengan suka cita. Melewatinya dengan penuh ketakwaan dan keimanan kepada Allah SWT.

Namun, saat bulan Ramadhan, umat Islam harus melewati tradisi yang tak pernah berubah dari tahun ke tahun. Harga-harga kebutuhan pokok mulai merangkak naik. Ini terjadi hingga menjelang hari raya Idul Fitri. Di sisi lain, masyarakat harus menghadapi kenyataan pahit. Masalah PHK PT Sritex, pagar laut, efisiensi anggaran, korupsi, pertamax oplosan, dan banyak lagi masalah lainnya. Kasus kemiskinan belum juga turun sesuai apa yang diinginkan pemerintah hingga stunting masih menyelimuti negeri ini.

Hal ini dikarenakan kepengurusan penguasa terhadap rakyatnya yang tidak benar. Seolah-olah rakyat dihantam terus oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat hingga membuat rakyat semakin menderita. 

Meskipun negeri ini mayoritas muslim, termasuk para pengurus negeri ini, tetapi akidah Islam yang diyakini masyarakatnya seakan tidak berefek pada perilaku dan pemikirannya. Indonesia termasuk negara religius pertama dari seluruh dunia, tetapi tetap saja Indonesia termasuk pengakses situs porno peringkat ke-2 sedunia. Alhasil, negara yang religiusnya tinggi tetapi kemaksiatan dan kezaliman juga berjalan terus.                      

Semua ini disebabkan karena penerapan sistem kapitalisme-sekuler. Kapitalisme menjadikan negara kalah oleh para oligarki. Kepemilikan umum yang seharusnya  diolah oleh negara dan di kembalikan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, kini dikuasai oleh para oligarki. Akibatnya, SDA yang melimpah ini tidak menjadikan kehidupan rakyat menjadi sejahtera, tetapi semakin sengsara dikarenakan kebijakan penguasa yang pro pada oligargi. Sekulerisme  yang merupakan ruh dari sistem kapitalisme menjadikan masyarakat jauh dari aturan agama, bahkan melegalkan aturan buatan manusia yang jauh dari sempurna dalam menyelesaikan permasalahan umat.

Keterpurukan umat Islam bukan hanya di dalam negeri, tetapi di negeri-negeri kaum muslimin lainnya, seperti Palestina yang masih tetap terjajah, Rohingya  masih terkatung-katung, Uighur dan masih banyak lagi yang mengalami penindasan. 

Ramadhan yang seharusnya dilewati dengan gembira dan suka cita, kini masih jauh dari harapan. 

Sementara penguasa-penguasa negeri-negeri kaum muslimin hanya mengecam, mengutuk, dan menghujat terhadap kekejaman penjajah Israel laknatullah, tanpa tindakan nyata, yaitu mengirim tentaranya untuk mengusir penjajah dari bumi Palestina. Bantuan individu bukanlah hal yang mendasar dalam menyelesaikan penjajahan di Palestina. Dunia internasional pun bungkam atas keamanan umat Islam yang masih terjajah.

Menumbuhsuburkan nasionalisme di negeri-negeri kaum muslimin juga merupakan bagian dari upaya Barat dalam memecah belah umat. Kaum muslimin dikotak-kotak menjadi negeri-negeri kecil (nation state) sehingga mereka tak peduli dengan saudara mereka yang masih menderita dan sengsara. Mereka sibuk memikirkan kondisi negeri mereka sendiri. Padahal Rasul mengingatkan kita tentang ashabiyyah.

Rasulullah SAW bersabda, "Bukan termasuk golongan kami orang yang mengajak kepada ashabiyyah..." (HR Abu Dawud-Ibnu Majjah).

Rasulullah SAW melarang kita menempatkan ikatan nasionalisme di atas ikatan aqidah. Dengan nasionalisme, umat Islam akan sulit di satukan. Karena persatuan kaum muslimin akan menjadi bencana bagi musuh-musuh Islam. Cengkeraman kafir Barat terhadap negeri-negeri muslim akan hancur. Seorang muslim ibarat satu tubuh, jika ada salah satu bagian tubuh yang sakit, maka seluruh tubuh akan merasakannya. Seharusnya begitulah seorang muslim. Oleh karena itu, nasionalisme merupakan virus yang selalu menggerogoti tubuh kaum muslimin hingga kaum muslimin sulit untuk bersatu. 

Allah SWT berfirman, "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..." (QS. Ali Imran: 110).

Umat Islam adalah umat terbaik yang diciptakan oleh Allah SWT. Tetapi kondisi saat ini malah sebaliknya, kaum muslimin terhinakan, terjajah, tersiksa, bahkan sangat menderita.

Jumlah kaum muslimin banyak, tetapi seperti buih di lautan, mudah terombang-ambing oleh ombak di lautan. Lemah, tak berdaya karena tak ada lagi yang melindungi dan menjamin keselamatan harta, jiwa, darah, akal, dan agama mereka.  Predikat umat yang terbaik tidak akan pernah terwujud jika umat Islam jauh dari aturan agamanya. Kemuliaan Islam akan terwujud kembali ketika ada sebuah institusi yang mampu melindungi, menjaga, dan menjamin urusan umat Islam. 

Butuh perubahan mendasar untuk mewujudkan semua itu. Butuh sebuah perjuangan berjamaah, bergabung bersama kelompok ideologis yang berjuang mengembalikan kehidupan Islam di tengah umat dalam naungan institusi khilafah yang pernah berjaya hingga hampir 14 abad lamanya. Firman Allah SWT, "Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran: 104).

Dengan demikian, Ramadhan yang indah, penuh dengan kemuliaan, berlimpahnya pahala, penuh pengampunan, dan keberkahan akan bisa dirasakan kembali ketika khilafah Islam kembali hadir di tengah umat dan umat tidak lagi tersekat dalam batas-batas imajiner bernama nasionalisme.  Ketika umat kembali berhukum pada hukum Allah semata.

Wallahu a'lam.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel