Ramadhan : Antara Derita, Hijrah dan Kemenangan

 


Oleh: Leha (Pegiat Literasi)

Ramadhan adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Bulan ketaatan, dimana seharusnya kaum muslimin disibukkan dengan berbagai ibadah, antara lain tadarus (membaca Al-Qur’an), berzikir, bersedekah, iktikaf, tarawih, dan ibadah lainnya. Hingga tahun ini, kedatangan Ramadhan yang mulia masih saja menyisakan persoalan, karema kaum muslim di dunia masih belum bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi, tidak terkecuali di Indonesia yang mayoritas beragama Islam. 

Di Indonesia, rakyat semakin miskin, harga-harga kebutuhan pokok yang terus membumbung tinggi, pajak yang makin memberatkan, kekayaan alam kita dikeruk oleh korporasi-korporasi asing, layanan kesehatan dan Pendidikan yang berkualitas makin mahal, pergaulan pemuda dan pemudinya semakin rusak, korupsi kian merajalela, kerusakan lingkungan yang semakin parah, dan sebagainya.

Di bidang politik, Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap menilai kasus korupsi Pertamina (2018-2023) menyeret 9 tersangka yang ada di BUMN dan swasta, dan melibatkan Direktur Utama PT Pertamina termasuk pengusaha-pengusaha swastanya, hingga merugikan negara hampir Rp1 kuadriliun. Ini menjadi gambaran rantai korupsi yang terjadi adalah sistematis dan yang terdeteksi baru di tahun 2023. (Tempo/8/3/2025)

Belum lagi, rakyat dihebohkan dengan rapat mewah di hotel bintang lima antara  Komisi I DPR bersama pemerintah di Jakarta yang membahas tentang RUU TNI. Kondisi ini tentu saja membuat publik layak bertanya-tanya dengan pembiayaan rapat tersebut sebab pada saat yang sama Presiden Prabowo Subianto tengah menggencarkan kebijakan efisiensi anggaran di berbagai bidang. Pada saat yang sama, APBN telah dinyatakan defisit hingga Rp 31,2 triliun, padahal tahun 2025 baru berjalan selama dua bulan. Bahkan, PHK terjadi di mana-mana.

Penderitaan  juga dialami umat Islam di bumi lainnya. Kaum muslim Palestina misalnya, harus memasuki Ramadan dalam kondisi tidak baik-baik saja. Sudah lebih dari 700 warga Palestina terbunuh dalam serangan udara besar-besaran Israel ke Jalur Gaza yang berlangsung sejak Selasa (18/3). Jenazah 710 orang, sementara sudah lebih dari 900 orang terluka. Dalam artian 70 persen dari korban luka akibat agresi Israel terbaru ini adalah wanita dan anak-anak. Belum lagi, Saudara-saudara kita di Suriah, Irak, Afghanistan, Xinjiang, Chechnya, Rohingya, Thailand Selatan, Filipina Selatan, dsb, mereka dijajah, disiksa, dan banyak yang diusir dari negerinya, tanpa ada yang melindungi dan membelanya.


 Konsekuensi Kepemimpinan Sekuler 

Apa yang terjadi saat ini sejatinya merupakan hal wajar. Sistem kepemimpinan sekuler demokrasi kapitalisme yang sedang diterapkan memang merupakan sistem politik desktruktif atau merusak. Sistem ini jelas tidak mengenal halal-haram. Wajar jika wajah dunia islam tidak akan pernah berubah dari tahun ke tahun, dari Ramadhan ke Ramadhan. Ini terjadi sebagai dampak proses sekularisasi dan penerapan sistem Kapitalisme-Liberalisme secara paksa di tengah umat Islam.  Sistem kehidupan ini hanya mengandalkan akal manusia yang lemah dan terbatas dalam melahirkan aturan. Inilah yang menyebabkan perselisihan dan pertentangan terus menghinggapi aturan yang telah ditetapkan. 

Selain itu, sistem sanksi yang ada saat ini tidak tegas melarang korupsi, bahkan Presiden memberi sinyal pemaafan koruptor jika mengembalikan uang yang dikorupsi. Sanksi untuk koruptor juga sangat ringan sehingga tidak membuat jera. Dengan kekuatan fulus mereka bisa menikmati fasilitas “wah” dalam penjara, bahkan bisa pelesir ke luar negeri.


Begitu pun konsep HAM yang melarang hukuman mati untuk pelaku pembunuhan. Pada kenyataannya, konsep batil buatan manusia ini penuh dengan absurditas. Ini karena di sisi lain, dunia membiarkan genosida Zionis Yahudi terhadap kaum muslim Palestina. Para aktivis dan negara pengusung HAM mendadak buta dan tuli hingga mereka membiarkannya.

Selain rusak dari asasnya, sistem ini pun merusak kehidupan umat manusia. Saat manusia tidak mau diatur oleh Penciptanya, padahal Allah Swt. yang paling mengetahui perkara yang terbaik bagi ciptaan-Nya, maka akibatnya adalah manusia akan hidup tanpa arah. Mereka akan melakukan perkara yang disukai berdasarkan hawa nafsu semata. Saat marah, ia akan melampiaskan kemarahannya dengan bentuk apa pun, tidak peduli merugikan orang atau bahkan merugikan diri sendiri.


 Hijrah dan  Kemenangan 

Masyarakat sejatinya sudah bisa membaca berbagai kerusakan di tengah mereka. Namun, sebagian dari mereka belum mampu membaca akar masalah dan solusi tuntas atasnya. Mereka jauh dari kesadaran ideologis sehingga akhirnya mudah diombang-ambing dengan tawaran solusi pragmatis yang justru makin menjauhkan mereka dari solusi sebenarnya. 

Solusi sebenarnya ada pada sebuah perubahan pemikiran. Cara berfikir perubahan hendaknya dimulai dari akar rumput, yaitu berfikir dari tataran sebab bukan akibat. Ibarat dinding retak karena pondasinya lemah maka pentingnya mengganti pondasi ke arah Islam karena pondasi yang digunakan sistem hari ini sudah salah, yakni sekularisme. Dan tidak ada perubahan yang lebih baik dan menuju ke jalan kebaikan, kecuali perubahan ke arah Islam. 

Hijrah atau perubahan total menuju kondisi yang islami, memang harus dilakukan step by step. Tentu thariqah (metode) perubahannya mengikuti thariqah  dakwah Rasulullah SAW. Metode dakwah Rasulullah SAW ini dibagi menjadi dua, yakni fase Makkah dan fase Madinah. 

Pada  fase Makkah thariqah dakwah Rasulullah SAW ada tiga. Pertama, fikriyyah, yang berarti pembinaan. Pada saat itu terjadi kerusakan pemikiran, mabuk-mabukan, menyembah berhala, berzina, itu karena ketidaktahuan mereka, belum paham hidup yang sesungguhnya. Maka, Rasulullah SAW diutus untuk membawa risalah Islam bukan hanya sebagai diin tetapi sebagai sebuah mabda/ideologi. 

Kedua, siyasiyyah, dalam artian berpolitik. “Para ulama fikih menyatakan siyasah/politik adalah mengurusi urusan umat. Di dalamnya termasuk tabanni mashalih ummah (adopsi kemaslahatan umat). Siyasah ini di masa Makkah dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan melakukan dakwah kepada para pembesar Makkah dan di sekitar Makkah. Ketiga, lamadiyyah (tanpa kekerasan). 

Kaum muslim memiliki kondisi yang berbeda sebelum dan setelah hijrah. Setelah hijrah, umat Islam memiliki daulah dan kekuasaan yang mengatur mereka sehingga umat Islam menjadi umat yang besar dan kuat.


 Mengembalikan Kemenangan Umat Islam 

Mengembalikan kemenangan umat Islam artinya membawa umat pada posisi terbaik, sebagai kekuatan di dunia yang diperhitungkan dalam percaturan politik global. Perjuangan mengembalikan kekuatan umat ini memang tidak mudah dan tidak ringan. Maka, momentum akan berakhirnya puasa Ramadan ini, yang insya Allah telah melahirkan kembali jutaan umat Islam yang telah memiliki kadar keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT yang tinggi, besar, dan kuat, menjadi modal bagi terbitnya fajar kemenangan Islam di muka bumi ini, yaitu tegaknya kembali Khilafah Islamiah. Inilah janji Allah Swt.,

“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Dia benar-benar akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka; dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka —sesudah mereka berada dalam ketakutan— menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Aku tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Siapa saja yang kafir sesudah janji itu, mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS An-Nur: 55).  

Wallahualam bissawab.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel