Sistem Islam Memberantas Korupsi Secara Tuntas
H.B. Abdillah
(Aktivis Muslimah, Ngaglik, Sleman, DIY)
Kasus korupsi yang sering kali terjadi seolah menjadi tradisi di negeri ini. Korupsi seakan tak pernah tumbang, mencari celah di setiap kesempatan. Membuat pelakunya mabuk uang, menjadi candu mencari keuntungan. Beberapa waktu yang lalu Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan modus operandi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Kasus tersebut menyebabkan negara rugi mencapai Rp193,7 triliun. Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar dalam keterangan persnya pada Senin (24/2/2025) malam menyebutkan, telah menetapkan tujuh tersangka. Mereka yaitu, yakni berinisial RS selaku direktur utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan YF dari PT Pertamina International Shipping. (Beritasatu.com, 25/02/2025)
Beberapa oknum Pertamina melakukan korupsi dengan cara mengakali pengadaan barang dan mengambil keuntungan dalam transaksi. Ironinya, saat para pelaku ditangkap, ternyata mereka adalah orang-orang yang memiliki jabatan kekuasaan. Mereka yang haus harta, tahta, bahkan hati nuraninya mati, sehingga tak lagi berempati pada rakyat yang tengah dilanda kesusahan.
Bertele-tele
Meskipun pemerintah telah berusaha menindak para pelaku korupsi dengan berbagai cara dan kebijakan, tetap saja upaya tersebut terlihat bertele-tele. Jika ditinjau lebih jauh, semakin tumbuh subur dan bebasnya korupsi saat ini disebabkan beberapa hal yang berkolaborasi antara satu dengan yang lain.
Pertama adalah penerapan sekularisme. Dengan sistem yang memisahkan aturan agama dari kehidupan, alhasil dalam sistem pendidikan yang diterapkannya pun, tidak menghasilkan generasi yang bertakwa. Pada dasarnya, sistem ini telah menghilangkan nilai-nilai ketakwaan dalam berpolitik dan bernegara/pemerintahan. Akibatnya, tidak ada kontrol individu/internal dalam diri pejabat, pegawai, politisi dan aparatur negara. Akhirnya semua hanya bersandar pada kontrol sosial/eksternal. Mengandalkan tugas pengawasan dari atasan, inspektorat berbagai tingkat dan aparat hukum. Padahal, tak sedikit pemangku jabatan pun mempunyai masalah yang tak jauh beda, sehingga memunculkan pejabat yang tidak amanah.
Kedua adalah pemahaman kapitalis liberal. Sistem sekarang ini membuat orang bebas melakukan apa saja demi mendapatkan keuntungan pribadi maupun kelompok dengan menghalalkan segala cara. Perkara inilah yang membuka peluang berbagai tindak kecurangan dan korupsi.
Ketiga adalah sanksi yang diberikan kepada para pelaku korupsi bersifat tebang pilih. Terlebih, sebagian besar koruptor yang tertangkap berada dalam koneksi kekuasaan. Sejauh ini, hukuman yang diberikan kepada para koruptor di Indonesia tidak mampu memberikan efek jera. Menurut ICW, hal ini terjadi karena mayoritas para terdakwa korupsi divonis ringan oleh hakim. Rata-rata hukuman untuk para koruptor hanya 2 tahun 2 bulan penjara. Inilah yang menjadikan mereka tidak gentar dalam melakukan tindak kejahatan. Bahkan, berdasarkan data Indeks Persepsi Korupsi, skor Indonesia pada tahun 2024 meningkat signifikan (skor 37, peringkat 99) dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Keempat, fakta Klasemen Liga Korupsi Indonesia dan berbagai masalah di BUMN adalah bukti yang tidak terbantahkan bahwa betapa sistem sekuler kapitalis liberal telah menjerumuskan mereka pada perkara-perkara yang telah diharamkan. Sehingga, mudah terserang penyakit 'wahn' untuk mendapatkan harta secara instan.
Inilah gambaran diterapkannya hukum dalam sistem kapitalisme sekuler liberal. Dimana si pemenang adalah mereka yang kuat dan berkuasa. Dari sini jelas, dengan empat penyebab tersebut, mengapa sampai saat ini koruptor masih merajalela di negeri ini.
Korupsi akan Tuntas dengan Sistem Islam
Sangatlah wajar jika kasus korupsi makin tumbuh subur dan sulit diberantas dalam sistem kapitalisme sekuler sekarang ini. Tentu saja, hal ini jauh berbeda dalam sistem Islam. Islam memiliki mekanisme yang jelas dalam memberantas kasus korupsi. Bahkan, sistem Islam juga melakukan aspek pencegahan, sehingga menutup celah korupsi serta menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan yang harus diwujudkan.
Masalah korupsi akan teratasi jika pengurusan menggunakan sistem Islam. Sistem Islam mampu mencegah sekaligus memberantas korupsi, karena :
Pertama, dalam Islam sistem pendidikan yang diterapkan berlandaskan akidah Islam. Atas dasar inilah yang mampu melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa. Dengan akidah yang benar, umat akan sadar bahwa setiap aktivitas senantiasa diawasi oleh Allah Swt., baik pada diri individu, masyarakat, pegawai, aparat, politisi, pejabat, maupun penguasa. Mereka yang mendapat jabatan dan kekuasaan akan amanah dalam menjalankan tugas, karena ada kesadaran bahwa setiap amal perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Alah Swt.. Selain itu, negara tidak berlepas dalam membina ketakwaan. Sehingga, lahirlah kontrol individu, pengawasan sosial yang menyatu dalam diri masyarakat, pegawai, aparat, politis, pejabat dan penguasa, yang bisa mencegah mereka untuk melakukan tindak korupsi.
Kedua, sistem Islam dibangun atas 3 pilar penting. Yakini, individu yang taat pada syariat, masyarakat yang selalu melakukan amar makruf nahi mungkar, dan negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Jika di setiap pilar tersebut melaksankan fungsinya dengan benar, mereka tidak akan menoleransi perilaku maksiat di sekitarnya, sehingga suasana keimanan akan tercipta di tengah masyarakat.
Ketiga, jika praktik korupsi terjadi maka akan diberantas dengan sistem syariat Islam. Karena dalam syariah Islam kriteria harta haram itu jelas. Sebab harta haram akan mendatangkan azab, seperti firman Allah dalam Q.S. Ali Imran 161 : Siapa yang menyelewengkan (-nya), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu. Nabi Saw. Bersabda : “Barang siapa yang telah kami angkat untuk melakukan sesuatu tugas, lalu dia telah kami beri gaji, maka apa saja yang diambilnya selain daripada gaji adalah harta khianat (Ghulul).” (HR Abu Dawud no 2554. Hadis sahih)
Dengan penerapan syariat Islam, negara memberlakukan sistem sanksi yang tegas. Yang mampu memberikan efek pencegahan dan menjerakan bagi pelaku, sehingga dapat diberantas dengan tuntas. Bentuk dan kadar sanksi atas tindak korupsi diserahkan kepada Qadhi peradilan. Hukumannya bisa berupa pemecatan, penjara, hingga hukuman mati. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para Khalifah bagi para pelaku korupsi.
Memberantas kasus korupsi secara tuntas, tidak mungkin bisa dilakukan jika sistem sekuler kapitalisme liberal masih diterapkan. Sistem ini menjadikan akal manusia sebagai penentu nilai perbuatan, tidak berdasarkan halal haram. Hanya dengan mengembalikan sistem Islam kaffah, akan menghentikan seluruh kemaksiatan yang merajalela saat ini. Dengan penerapan syariat Islam, masalah korupsi bisa dicegah dan diberantas dengan tuntas. Sebab, syariat Islam bersumber dari Al-Muhaimin Dzat Yang Haq, yang menjamin hukum ditegakkan secara adil.
Wallahu alam bish-shawab.