Polemik Kesehatan Mental Remaja. Bagaimana Solusinya?



Oleh: Trianon Wijanarti

(Aktivis Muslimah, Ngaglik, Sleman, DIY)

Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut remaja yang menderita kesehatan mental sangat tinggi, yakni mencapai 15,5 juta orang atau setara 34,9 persen dari total remaja Indonesia. Data tersebut merupakan hasil survei Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey pada 2024. (Tempo.co, 15/2/25)

Di era digital sekarang ini, media sosial telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, termasuk bagi remaja. Namun, di balik beberapa manfaat penggunaan media sosial, jika dipergunakan secara berlebihan atau tidak bijak juga membawa sejumlah risiko. Hastuti Wulanningrum, Ketua Tim Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, menjelaskan bahwa risiko tersebut disebabkan oleh eksposur berlebihan terhadap standar sosial yang tidak realistis, sehingga bisa memengaruhi kesehatan mental remaja. (Kompas.com, 13/2/25)

Menurut hasil survey, kesehatan mental remaja juga dipengaruhi oleh lingkungan, pola asuh orang tua, ekonomi, dan lain-lain. Efek dari gangguan mental remaja dapat dilihat dari beberapa gejala perilakunya, antara lain mudah gelisah, stress, menyakiti diri sendiri, menyakiti orang lain, tidak mau diatur, bahkan bisa sampai berpikiran untuk bunuh diri pada usia remaja. 

Tingginya polemik remaja yang menderita kesehatan mental tidak dapat dianggap hal yang ringan. Mengingat remaja adalah harapan bangsa, yang nantinya sebagai pemangku kebijakan untuk meneruskan estafet kekuasaan. Oleh karena itu, pemerintah perlu serius menangani hal ini agar negara tidak hancur di masa depan. Jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa adanya perubahan yang signifikan maka generasi emas 2045 yang di gaungkan nyaris mustahil terwujud.

Sistem kapitalisme sekuler yang secara sadar diterapkan negara makin mewarnai kehidupan dalam segala aspek. Ide liberalisme yang memperjuangkan kebebasan dan kesetaraan dalam setiap individu, berdampak sangat besar terhadap  remaja dalam berbagai aspek kehidupan. Alih-alih ide bisa mengurangi gangguan kesehatan mental remaja, justru yang terjadi adalah sebaliknya, membentuk perilaku liberal (serba bebas) dan permisif (serba boleh) melakukan suatu keinginan atau bebas dari keterikatan yang (dianggap) membatasi hak. Kebebasan ini tidak di kontrol (dibatasi) agama, karena ideologi sekularisme memisahkan agama dari kehidupan, sehingga remaja gagal memahami jati dirinya. Remaja tidak paham hakikat penciptaan dirinya di dunia ini.

Sistem kapitalisme sekuler dan ide liberalisme yang diusung remaja membuat mereka semakin tidak bisa mengatasi segala persoalan dalam kehidupannya, baik persoalan dalam diri sendiri atau pun persoalan dalam interaksi dengan lainnya. Remaja pun gagal memahami penyelesaian shahih atas segala persoalan kehidupannya. Alhasil, penyakit mental pun tak terhindarkan. Hal ini menunjukkan negara gagal membina generasi dengan sistem yang diterapkannya saat ini. Sehingga, perlu dipikirkan sistem pemerintahan yang bisa membawa kebaikan dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Islam bukan sekadar agama yang mengatur hubungan manusia dengan Sang Penciptanya. Tetapi, Islam mengatur semua dimensi kehidupan mulai dari kehidupan dirinya, kehidupan rumah tangga, kehidupan bermasyarakat atau berinteraksi dengan sesama manusia, hingga dalam sistem bernegara. Islam dapat diterapkan secara menyeluruh dalam semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sementara itu, kepemimpinan Islam memiliki tanggung jawab untuk melahirkan generasi cemerlang yang berkualitas, melalui penerapan di berbagai aspek kehidupan sesuai dengan syariat Islam. Islam mewajibkan negara membangun sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam. Tujuan pendidikan dalam sistem Islam adalah untuk membentuk pola pikir dan pola sikap islami sehingga menjadi generasi dengan kepribadian Islam. Negara akan menetapkan kebijakan untuk menjauhkan remaja dari segala pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Dengan landasan akidah Islam yang shahih tidak akan menyebabkan remaja 'blunder' dengan persoalan hidupnya. Negara juga wajib menyiapkan orang tua dan masyarakat untuk mendukung proses pembentukan generasi pembangun peradaban Islam yang mulia, dan bermental kuat.

Wallahu A'lam Bish Shawab.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel