Urgensi Pendidikan Politik Islam Bagi Gen-Z di Tengah Tantangan Zaman

 


Oleh: Jelvina Rizka

Dilansir dari Kumparan.com-Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), total daftar pemilih tetap (DPT) sebesar 204.807.222, sebanyak 46.800.161 di antaranya adalah pemilih dari generasi Z, atau sekitar 22,85 persen dari keseluruhan pemilih. Angka ini menunjukkan bahwa Gen Z adalah kekuatan besar yang berpotensi menentukan hasil pemilu dan masa depan politik Indonesia. Namun, di balik angka-angka tersebut, muncul pertanyaan yang menarik: apakah Gen Z yang akan mengubah dunia politik, ataukah politik yang akan membentuk Gen Z?

Mungkin jawabannya adalah bahwa perubahan terjadi secara timbal balik. Gen Z mengubah cara kampanye politik dilakukan, tetapi mereka juga dibentuk oleh dinamika politik yang ada. Bagaimana politik Indonesia merespons aspirasi dan tuntutan mereka akan menentukan arah perubahan ini. Yang pasti, masa depan politik Indonesia tidak bisa lagi lepas dari pengaruh Gen Z, generasi yang terus mencari tempatnya dalam sistem yang kerap kali dirasakan tidak memadai.

Di tengah derasnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi, Gen-Z tumbuh sebagai generasi yang sangat melek informasi, namun rentan terhadap disinformasi dan polarisasi politik. Berbagai survei menunjukkan rendahnya tingkat partisipasi politik anak muda Indonesia, terutama yang berbasis pada pemahaman mendalam tentang ideologi dan nilai-nilai yang membentuk keputusan politik mereka. Selain itu, banyak anak muda yang tidak memahami secara utuh prinsip-prinsip politik yang sehat, apalagi yang berbasis pada nilai-nilai agama seperti Islam. Kondisi ini diperburuk oleh kurangnya pendidikan politik berbasis agama di sekolah dan lingkungan sosial. Tanpa pemahaman yang benar tentang politik Islam, Gen-Z berisiko terseret dalam praktik politik yang tidak sehat, seperti pragmatisme politik dan korupsi nilai, yang berpotensi merusak masa depan bangsa.

Dalam sistem Demokrasi-Kapitalis, problematika pendidikan politik Islam bagi Gen-Z menjadi semakin kompleks. Di satu sisi, demokrasi menjanjikan kebebasan berpendapat dan partisipasi politik, namun di sisi lain, sistem kapitalis mendorong komersialisasi informasi dan politik, di mana politik sering dipandang sebagai alat untuk mencapai kepentingan ekonomi dan kekuasaan. Nilai-nilai materialisme yang mendominasi sistem kapitalis-sekuler sering kali bertabrakan dengan prinsip-prinsip politik Islam yang menekankan keadilan, kesejahteraan bersama, dan kepemimpinan yang amanah. Dalam konteks ini, Gen-Z terpapar pada narasi politik yang lebih berorientasi pada kekuasaan dan keuntungan pribadi, sementara pendidikan politik yang menanamkan nilai-nilai spiritual dan etis, seperti yang diajarkan dalam Islam, minim disosialisasikan. Akibatnya, tanpa landasan yang kuat dalam politik Islam, Gen-Z cenderung mudah terseret ke dalam praktik politik yang pragmatis dan oportunis, yang tidak sejalan dengan tujuan kesejahteraan kolektif. Kompleksitas ini diperparah oleh sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan publik, sehingga politik sering kali dipersepsikan sebagai wilayah yang terpisah dari nilai-nilai moral dan agama, padahal dalam Islam, politik adalah bagian integral dari upaya mencapai kemaslahatan umat.

Dalam sistem politik Islam, politik tidak terpisah dari moralitas dan nilai-nilai agama. Islam memandang politik sebagai sarana untuk mencapai keadilan, menjaga kesejahteraan umat, serta mewujudkan kehidupan yang harmonis di bawah syariat. Prinsip-prinsip seperti maslahah (kemaslahatan umum), syura (musyawarah), dan amanah (kepercayaan) menjadi landasan utama yang harus dijalankan oleh pemimpin maupun masyarakat. Dalam konteks ini, kekuasaan bukanlah tujuan, melainkan tanggung jawab untuk mengelola sumber daya dan kepentingan rakyat secara adil dan transparan.

Sistem politik Islam menolak pragmatisme politik yang hanya berfokus pada kepentingan jangka pendek dan lebih mengutamakan keberlanjutan nilai-nilai moral dalam pengambilan kebijakan. Kepemimpinan dalam Islam, misalnya, harus berdasarkan pada kompetensi dan kualitas moral seorang individu, bukan pada modal finansial atau popularitas semata seperti yang sering terjadi dalam politik demokrasi-kapitalis. Selain itu, sistem politik Islam juga menolak konsep sekularisme, di mana agama dipisahkan dari politik, karena Islam memandang bahwa setiap aspek kehidupan, termasuk politik, harus berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan. Oleh karena itu, pendidikan politik Islam bagi Gen-Z sangat penting agar mereka dapat memahami peran politik dalam menciptakan masyarakat yang berkeadilan, dan sekaligus menjadi benteng dari pengaruh pragmatisme politik sekuler yang mendominasi.

Melalui sistem ini, Gen-Z dibimbing untuk memahami bahwa politik adalah sarana untuk mengabdi kepada masyarakat, bukan untuk mengeksploitasi sumber daya demi kepentingan pribadi atau golongan. Selain itu, Islam mendorong keterlibatan aktif generasi muda dalam proses politik dengan cara yang etis dan bertanggung jawab, menghindari polarisasi dan konflik yang merusak persatuan umat. Dengan penekanan pada nilai-nilai ini, sistem politik Islam dapat membentuk pola pikir kritis dan konstruktif di kalangan Gen-Z, mendorong mereka untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur, serta menghindari praktik politik destruktif yang sering muncul dalam sistem demokrasi-kapitalis-sekuler.

Untuk mengatasi problematika rendahnya pendidikan politik Islam di kalangan Gen-Z dalam sistem Kapitalisme-Demokratis, solusi yang ditawarkan oleh Islam adalah dengan mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam setiap aspek pendidikan, termasuk politik.

Pertama, pendidikan politik harus dibangun berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang menekankan pada keadilan, tanggung jawab, dan partisipasi aktif, sebagaimana tercermin dalam QS. Al-Baqarah (2:30): "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi..." Ayat ini menegaskan bahwa manusia, termasuk generasi muda, memiliki peran sebagai khalifah (pemimpin) di bumi, yang harus memikul tanggung jawab untuk mengelola dan menjaga keadilan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk politik.

Kedua, pendidikan politik Islam harus menekankan pentingnya syura atau musyawarah, sebagaimana disebutkan dalam QS. Asy-Syura (42:38): "...dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka..." Ini mengajarkan bahwa pengambilan keputusan politik harus melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif dan transparan, dengan tujuan mencapai kepentingan bersama, bukan kepentingan individu atau kelompok tertentu.

Ketiga, untuk memperkuat integritas politik, Islam mengajarkan konsep amanah, sebagaimana dalam QS. An-Nisa (4:58): "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kamu menetapkannya dengan adil..." Ini menegaskan pentingnya pemimpin yang jujur dan berintegritas dalam menjalankan kekuasaan.

Solusi ideologi Islam ini harus diimplementasikan secara sistematis melalui kurikulum pendidikan yang menekankan penguatan akhlak politik, pemberdayaan generasi muda melalui keterlibatan aktif dalam proses politik yang etis, dan penciptaan ruang-ruang dialog yang terbuka untuk musyawarah. Dengan pendekatan ini, Gen-Z akan dibekali dengan pola pikir dan sikap yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yang mampu menghadapi tantangan politik dalam konteks global modern tanpa kehilangan landasan moral dan spiritual mereka.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel