Terwujudnya Revitalisasi Peran Guru Hanya Dengan Islam
Oleh: Jelvina Rizka
World's Teacher Day atau Hari Guru Sedunia diperingati setiap tanggal 5 Oktober. Peringatan Hari Guru Sedunia sudah dilakukan sejak 1994 dalam rangka memperingati penandatanganan Rekomendasi UNESCO/ILO 1966 tentang Status Guru. Menurut UNESCO, dengan adanya peringatan Hari Guru Sedunia juga termasuk bentuk dari pemahaman, apresiasi, dan kepedulian terhadap para guru. UNESCO memandang pendidikan sebagai sebuah pengubah kehidupan dan inti dari misi mereka, yaitu membangun perdamaian, memberantas kemiskinan, dan mendorong pembangunan berkelanjutan. Selain itu, tujuan diperingatinya Hari Guru Sedunia adalah sebagai bentuk dukungan untuk para guru di seluruh dunia (KOMPAS.com, 05-10-2022).
Di tengah perkembangan pesat dunia pendidikan, peran guru seringkali terpinggirkan dalam berbagai kebijakan dan inovasi pendidikan yang cenderung berfokus pada teknologi dan sistem tanpa memperhatikan kebutuhan dasar pendidik itu sendiri. Data menunjukkan bahwa banyak guru menghadapi tantangan besar, mulai dari beban administrasi yang berlebihan, rendahnya penghargaan terhadap profesi mereka, hingga ketidakpastian kesejahteraan ekonomi. Kondisi ini diperparah dengan minimnya keterlibatan suara guru dalam pengambilan keputusan pendidikan. Akibatnya, banyak guru merasa kehilangan otoritas moral dan peran sentral dalam membentuk karakter dan ilmu generasi muda. Problem inilah yang mendorong pentingnya revitalisasi peran guru, khususnya melalui perspektif Islam, yang menempatkan guru sebagai sosok kunci dalam membangun masyarakat berilmu dan berakhlak.
Dalam pandangan Islam, guru memiliki kedudukan yang sangat tinggi sebagai pewaris para nabi dan penjaga peradaban melalui ilmu. Islam menempatkan pendidikan dan ilmu pengetahuan sebagai salah satu pilar utama dalam membangun masyarakat yang beradab. Dalam konteks ini, guru tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pembimbing moral dan spiritual, yang mempersiapkan generasi muda menjadi pribadi yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia. Kondisi ideal yang diharapkan adalah ketika peran guru dihargai dan dilindungi sesuai dengan tuntunan Islam, di mana mereka diberikan kebebasan untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam pendidikan tanpa dibebani tugas administratif yang berlebihan. Sistem pendidikan yang islami akan memastikan kesejahteraan guru terjamin, suara mereka didengar dalam pengambilan kebijakan, dan peran mereka diakui sebagai elemen sentral dalam menciptakan generasi yang unggul, baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun akhlak. Dengan demikian, revitalisasi peran guru hanya dapat tercapai jika nilai-nilai Islam diimplementasikan secara menyeluruh dalam sistem pendidikan.
Namun, mencapai kondisi ideal ini menjadi sangat kompleks di tengah dominasi sistem kapitalisme-sekuler yang mengabaikan peran moral dan spiritual guru. Dalam sistem ini, pendidikan cenderung dipandang sebagai komoditas ekonomi yang diukur berdasarkan output material seperti nilai akademik, keterampilan pasar, dan produktivitas tenaga kerja, sementara aspek pengembangan karakter dan adab sering terabaikan. Negara yang menganut paradigma kapitalisme-sekuler lebih fokus pada efisiensi, profit, dan standar global yang menekankan aspek-aspek teknis pendidikan, sehingga guru sering kali hanya diperlakukan sebagai alat mekanis untuk mencapai target-target tersebut. Akibatnya, banyak guru kehilangan otonomi dan suara dalam proses pendidikan, dan mereka dipaksa untuk beradaptasi dengan tuntutan yang bersifat administratif dan teknis, bukan peran mereka sebagai pembimbing moral dan penjaga ilmu.
Ketidakpedulian negara terhadap kesejahteraan guru juga menjadi bagian dari masalah ini. Sistem kapitalisme memandang pendidikan sebagai sarana untuk mencetak tenaga kerja yang siap berkompetisi di pasar, bukan sebagai sarana untuk mencetak generasi yang berakhlak dan berilmu. Dalam konteks ini, kesejahteraan guru sering kali tidak menjadi prioritas. Negara gagal memberikan dukungan yang memadai, baik dalam bentuk gaji yang layak, fasilitas pendidikan yang memadai, maupun pelatihan yang berkelanjutan. Kebijakan pendidikan yang lebih menekankan efisiensi dan biaya sering mengorbankan kualitas hidup dan peran substansial guru. Oleh karena itu, revitalisasi peran guru tidak mungkin tercapai selama sistem kapitalisme-sekuler ini masih menjadi dasar kebijakan pendidikan, karena sistem ini bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengakui pentingnya peran guru dalam membangun peradaban yang beradab dan berakhlak mulia.
Solusi utama untuk mengatasi kompleksitas permasalahan yang dihadapi guru dalam sistem kapitalisme-sekuler hanya bisa terwujud melalui penerapan sistem Islam secara menyeluruh, yaitu Khilafah. Dalam sistem Khilafah, pendidikan bukanlah sekadar alat ekonomi atau sarana untuk mencetak tenaga kerja, tetapi sebagai upaya mendidik individu menjadi insan yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia. Khilafah memastikan bahwa guru diberikan kedudukan tinggi, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: "Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi" (HR. Tirmidzi). Dalam hal ini, guru sebagai ulama dalam konteks pendidikan akan diberi penghargaan, kesejahteraan, dan kebebasan untuk mengajarkan ilmu yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga membentuk karakter dan moral generasi umat.
Khilafah akan mengarahkan pendidikan berdasarkan aqidah Islam, di mana negara bertanggung jawab penuh terhadap penyediaan fasilitas pendidikan, kesejahteraan guru, serta kurikulum yang menanamkan nilai-nilai Islam. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT: "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah" (QS. Al-Maidah: 49). Hanya dalam sistem Khilafah, negara memiliki kewajiban untuk mendengar suara guru sebagai elemen penting dalam pendidikan dan memastikan bahwa mereka mendapatkan hak-hak yang layak, sehingga peran guru dapat direvitalisasi secara maksimal.
Permasalahan yang dihadapi guru dalam sistem kapitalisme-sekuler mulai dari rendahnya penghargaan, hilangnya otoritas moral, hingga tidak adanya kesejahteraan yang layak adalah cerminan kegagalan sistem ini dalam memahami esensi pendidikan yang sebenarnya. Islam, melalui sistem Khilafah, menawarkan solusi dengan menempatkan pendidikan sebagai sarana utama untuk membangun peradaban yang beradab dan berakhlak mulia. Dalam Khilafah, guru dihormati dan dijamin kesejahteraannya, karena mereka dianggap sebagai ujung tombak dalam mencetak generasi yang berilmu dan bertakwa, sesuai dengan ajaran Islam. Penerapan syariah Islam secara menyeluruh dalam naungan Khilafah adalah satu-satunya jalan untuk merevitalisasi peran guru dan memastikan bahwa mereka kembali memiliki kedudukan yang mulia dalam masyarakat.
Sebagaimana Allah SWT berfirman: "Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan mendapatkan kehidupan yang sempit..." (QS. Thaha: 124), hal ini menunjukkan bahwa hanya dengan kembali kepada syariat Islam yang diterapkan secara menyeluruh, termasuk dalam pendidikan, umat Islam dapat keluar dari krisis ini dan mencapai kehidupan yang adil, sejahtera, dan beradab. Khilafah adalah solusi yang mampu menciptakan sistem kehidupan yang menyeluruh, termasuk dalam pendidikan, di mana peran guru benar-benar dihargai dan difasilitasi sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian, Khilafah tidak hanya akan menjamin kesejahteraan guru, tetapi juga mengembalikan peran sentral mereka dalam mencetak generasi yang beriman dan bertakwa, sesuai dengan tuntunan syariah Islam.
Wallahu A’lam Bissawab