Bangun Rumah Sendiri, Pajak Tinggi Menanti



_Oleh: Mia Izzah_

Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai kegiatan membangun sendiri (PPN KMS) ditahun 2025. Diketahui, kenaikan tarif PPN KMS dari 2,2% menjadi 2,4%. Hal ini sejalan dengan peningkatan tarif PPN umum dari 11% menjadi 12%. salah satu kriteria yang dikenakan kenaikan adalah luas bangunan minimal 200 M persegi. Sontak rencana kebijakan tersebut memantik kritik sebagian masyarakat salah satunya ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menyatakan bahwa kebijakan tersebut tak sejalan dengan prinsip keadilan. Pasalnya kenaikan pajak ini akan berdampak pada masyarakat menengah dan bawah. Jika tujuan pemerintah adalah untuk menargetkan masyarakat kaya, kebijakan ini perlu disesuaikan. Seharusnya fokus pada rumah mewah dengan nilai tertentu bukan sekedar luas bangunannya, katanya.(Detik.com 22 September 2024).


Sungguh, membangun dan memiliki rumah sendiri adalah dambaan setiap insan karena selain sandang, pangan, papan (rumah) merupakan kebutuhan asasi/mendasar bagi seseorang. Tak heran, jika seseorang berupaya maksimal agar kebutuhan asasinya terpenuhi dengan memadai tapi melihat fakta ekonomi masyarakat hari ini dambaan punya rumah sendiri nyaris sulit terealisasi. Ironisnya, dikala rakyat ada kemampuan membangun rumah sendiri malah dihantui kenaikan pajak yang semakin tinggi. Ibarat kata hidup terasa sempit bergerak pun semakin sulit kira-kira itulah gambaran kondisi rakyat saat ini. 


Tampak sudah tidak ada upaya negara untuk meringankan beban rakyat. Negara justru lepas tanggung jawab dalam menjamin kebutuhan rakyat. Bahkan rakyat hanya dijadikan objek untuk mendapatkan pemasukan negara, negara semakin dalam merogok kocek dari satu rakyat yang semakin kumal. Bukankah selama ini rakyat sudah banyak dibebani berbagai macam pungutan pajak semisal: PPh, PPN, PBB, PKB sekarang ditambah kenaikan pajak KMS. Sepertinya sistem pemalak rakyat benar-benar cocok disematkan di negeri tercinta ini. 


Inilah keniscayaan sistem ekonomi kapitalis. Pajak jadi salah satu instrumen kebijakan negara untuk mendongkrak penerimaan kas negara bahkan sebagai sumber pemasukan utama dan sebagai penyangga kekokohan sistemnya (Kapitalisme). Namun yang menyakitkan di saat negara gencar memalak rakyat atas nama pajak, justru negara mengeluarkan kebijakan semisal tax amnesty (penghapusan pajak bagi mayoritas oligarki). Bahkan negara justru lebih menunjukkan keberpihakannya pada para kapital (Oligarki) dengan banyak memberi kemudahan dan insentif pada perusahaan properti untuk menguasai lahan seluas mungkin. Sebaliknya rakyat kesulitan mendapatkan lahan termasuk juga material bahan bangunan seperti: pasir, batu bata, besi, baja dan lain-lain. karena memang harga lahan dan material cukup mahal. ditambah lagi negara gagal menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi rakyat. pengangguran pun semakin marak. Menurut data kementerian ketenagakerjaan terbaru pada periode Agustus 2024 terjadi lonjakan pada tenaga kerja yang ter PHK sebesar 23,72% menjadi 46.240 dibanding periode Agustus 2023 sebesar 37.375 (CNBC Indonesia 22 September 2024). Tentu semua itu menambah kendala rakyat untuk mewujudkan rumah yang layak huni dan memadai.


Disisi lain malah sumber daya alam (SDA) yang seharusnya dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kemanfaatan rakyat justru diserahkan kepada swasta (koorporasi) dan pastinya mereka yang menikmati rakyat hanya gigit jari.

Maka apa yang disampaikan oleh staffsus Menkeu Justinus Prastowo saat menanggapi kenaikan PPN KMS tersebut dengan mengatakan bahwa tujuan kenaikan PPN KMS adalah untuk menciptakan keadilan jelas itu tidak mendasar pasalnya jika benar ingin adil seharusnya negara menyediakan rumah murah bagi rakyat tanpa pajak PPN KMS karena sejatinya penyediaan rumah bagi rakyat adalah tugas negara. semakin jelas pula paradigma kapitalis tidak akan pernah memposisikan negara sebagai Ro’in (pengurus) urusan rakyat yang ada justru negara hanya sebagai regulator dan katalisator. 


Maka berharap pada sistem yang ada (kapitalisme) itu hanya mendatangkan nestapa. Saatnya lah kita berharap pada sistem yang mendatangkan dan menjamin bahagia dan sejahtera dan itu hanya ada pada sistem ilahiyah (Islam). dalam sistem Islam mempunyai Tata aturan dan konsep yang rinci untuk menjamin kesejahteraan rakyat dengan berbagai mekanisme sebagai berikut: 


1. Negara menyediakan lapangan pekerjaan yang terbuka luas dengan gaji yang layak bagi rakyat. Ini tentu bertambah pada meningkatnya taraf kesejahteraan rakyat Rasulullah bersabda: Imam (Khalifah) adalah Ro’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. (HR Bukhari). Kesejahteraan yang dimaksud adalah terpenuhinya sandang, pangan, papan termasuk pendidikan, kesehatan, dan keamanan. 


2. Negara menjamin kebutuhan papan (rumah) masyarakat melalui hukum pertanahan misal adanya lahan yang ditelantarkan pemiliknya selama 3 tahun maka kepemilikannya akan berpindah kepada yang menghidupkan termasuk yang menghidupkan tanah adalah membangun rumah di atasnya. negara juga bisa memberikan tanah atas Iqtho’ kepada rakyat yang membutuhkan. 


3. Negara melarang penguasaan sumber daya alam (SDA) kepada segelintir orang (koorporasi) SDA harus dikelola oleh negara dan kemanfaatannya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat.


4. Negara melarang menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama sebab syariat Islam telah menetapkan sumber pendapatan negara yaitu dari Fa’i, Kharaj, Pos kepemilikan umum, dan zakat. Memang dalam Islam juga mengenal adanya pajak dengan istilah dhorobah akan tetapi penerapan dan pengaturannya berbeda dengan konsep pajak dalam sistem kapitalis. 


Pajak dalam Islam bersifat insidental yaitu ketika kondisi kas negara kosong dan hanya dibebankan kepada para Aghniya (orang kaya) saja atau kondisi tertentu semisal adanya bencana alam atau peperangan sedang harta di Baitul Mal (kas negara) tidak ada namun setelah masalah teratasi penarikan pajakpun harus segera dihentikan. 


Inilah konsep dan mekanisme sistem Islam dalam menjamin kebutuhan rakyat termasuk dalam kebutuhan papan (rumah) yang berbeda dengan sistem kapitalisme yang justru memberi ruang adanya kesenjangan, kemiskinan, dan kedholiman. 


Wallahu alam Bishowab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel