Sistem Kapitalisme Menghancurkan Fitrah Keibuan

 



Oleh: Ning Alfiatus Sa'diyah, S.Pd. (Pengasuh TPQ Darul Arqom dan Madin Nurul Mas'ud) 

Beberapa minggu lalu, Satreskrim Polrestabes Medan mendapati ada empat perempuan yang terlibat transaksi jual beli bayi seharga dua puluh juta rupiah di kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Terungkapnya kasus jual beli bayi berawal dari informasi masyarakat bahwa ada rencana transaksi bayi baru dilahirkan di sebuah rumah sakit di Kecamatan Percut Sei Tuan pada 06 Agustus 2024. (Metro.tempo.co, 16/08/2024) 

Berdasarkan informasi tersebut, petugas kepolisian melakukan penyelidikan dan mendapati MT, 55 tahun, warga Medan Perjuangan, sedang menggendong bayi menumpangi becak bermotor menuju Jalan Kuningan, Kecamatan Medan Area, Kota Medan. MT akan menemui YU, 56 tahun dan NJ, 40 tahun, untuk menyerahkan bayi yang didapat dari SS, 27 tahun, ibu kandungnya. 

Banyaknya kasus jual beli bayi ini seharusnya tidak hanya dilihat dari segi pelanggaran hukum semata, akan tetapi harus dilihat juga dari faktor ekonomi. Himpitan ekonomi menyebabkan hilangnya akal sehat dan matinya naluri keibuan. Kasus ini tentu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Tentu harusnya ada tindakan dari pemerintah agar kasus ini tidak terjadi lagi di masyarakat. 

Himpitan ekonomi dan begitu sulitnya bagi seorang ayah atau suami mencari pekerjaan untuk memenuhi nafkah keluarga membuat seorang ibu tega menjual buah hatinya sendiri. Apalagi PHK terjadi secara masif di mana-mana dan secara besar-besaran, juga persaingan bisnis yang tidak sehat ditengah-tengah masyarakat. UMKM yang digalakkan pemerintah sebagai pembangkit ekonomi rakyat juga kalah bersaing dengan pengusaha bermodal besar (kapital). 

Penguasa dalam sistem kapitalisme nyatanya melepaskan tanggung jawab negara kepada rakyatnya. Akibatnya, banyak masyarakat yang merasakan semakin sulit dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka, sementara negara terus memalak rakyat atas nama pajak. Demikianlah gambaran buruknya sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan oleh pemerintahan di negeri ini. 

Dari sini kita bisa melihat bahwa himpitan ekonomi bukan masalah personal saja, tapi sudah menjadi problem masyarakat secara umum. Lagi-lagi hal ini membuktikan abainya negara dalam sistem kapitalisme untuk mewujudkan kesejahteraan dalam penyediaan lapangan pekerjaan bagi para laki-laki atau suami. 

Permasalahan ini terjadi karena sistem ekonomi kapitalisme berorientasi pada materi semata sehingga memandang apa pun dilihat dari untung dan rugi, termasuk hubungan penguasa dengan rakyat. Penguasa saat ini, lebih mencintai para kapital karena beranggapan hanya investasi merekalah yang mendatangkan keuntungan. Sebaliknya, saat penguasa mengurus rakyat, mereka harus menguras anggaran. 

Kenyataan tersebut jauh berbeda dengan penerapan sistem Islam. Dalam Islam, peran negara sebagai raa'in (pengurus) rakyatnya. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari). 

Makna raa'in adalah penjaga dan yang diberi amanah atas bawahannya. Lafaz raa'in (pemimpin) ialah setiap orang yang mengurusi kepemimpinannya dan dia mengatakan, "Setiap kamu adalah pemimpin," artinya menjaga yang terpercaya dengan kebaikan tugas dan apa saja yang di bawah pengawasannya. Tugas negara sebagai pemimpin ialah wajib mengurus kebutuhan rakyat termasuk menjamin kesejahteraan mereka. 

Dalam Islam juga akan diterapkan sistem ekonomi Islam yang akan menyejahterakan rakyatnya melalui berbagai mekanisme, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan secara luas untuk para laki-laki. Negara Islam (Khilafah) akan mengembangkan sektor riil baik itu di bidang pertanian, kehutanan, kelautan, tambang, industri, sampai meningkatkan volume perdagangan. 

Negara Islam tidak akan mengelola harta-harta kepemilikan umum, seperti hutan, laut dan tambang tidak dengan mekanisme kontrak dengan perusahaan asing. Namun, semua akan diatur dengan hukum syariat bahwa negara hanya sebagai pengelolaan sumber daya alam (SDA) untuk kepentingan rakyat. Semua ini bertujuan agar rakyat sejahtera dan masalah ekonomi dalam keluarga bisa terselesaikan secara tuntas sehingga seorang suami tidak akan bingung dalam memberikan nafkah kekeluarganya. 

Dalam hal mengatasi pengangguran, sistem ekonomi Islam akan mendorong secara masif setiap laki-laki di dalam rumah tangga untuk bekerja, sehingga seorang laki-laki yang berstatus suami, ayah atau anak yang sudah baligh, yang sudah wajib menafkahi dirinya akan dapat memenuhi nafkah keluarga dengan makruf. 

Dalam Islam, sistem pendidikan yang diterapkan akan membentuk kepribadian Islam. Kurikulum yang diberikan berlandaskan akidah Islam sehingga terbentuklah kepribadian Islam dalam diri setiap individu. Seseorang takut jika melakukan pelanggaran hukum-hukum syarak seperti menjual bayinya dan meyakini bahwa Allah telah menjamin rezeki setiap makhluknya, termasuk anaknya. 

Islam akan memberikan pendidikan secara gratis untuk semua masyarakat sehingga para orang tua atau ibu tidak khawatir lagi bagaimana nasib anaknya ke depan dalam hal pendidikan. Negara sudah menjamin hak-hak masyarakat berupa pendidikan tersebut. 

Dalam Islam, media-media akan diarahkan untuk mendukung keimanan. Konten-konten yang merusak, seperti mengumbar aurat, penyebaran ideologi kapitalisme, ide sekularisme, paham liberalisme dan sejenisnya akan dilarang oleh negara. Hanya konten-konten edukatif, mencerahkan umat dan konten yang bisa menambah keimanan yang diperbolehkan. Inilah mekanisme Islam dalam mewujudkan kesejahteraan secara paripurna serta menjaga fitrah ibu. Dari sistem ini pula terbentuk ibu-ibu hebat yang mampu melahirkan generasi emas selama 13 abad.  


Wallahu a'lam bishshawab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel