Ramai-ramai Wakil Rakyat gadaikan SK, Bukti Lemahnya Demokrasi
_Oleh: Nur Fitriani_
Sebanyak 20 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, menggadaikan Surat Keputusan (SK) jabatan mereka ke bank usai dilantik sebagai wakil rakyat. SK tersebut digunakan sebagai agunan untuk pengajuan kredit di Bank Jatim. Sistha, Penyedia Kredit Bank Jatim Cabang Bangkalan, mengungkapkan bahwa pengajuan pinjaman ini bervariasi jumlahnya. Dari puluhananggota yang mengajukan pinjaman, nilai pinjaman berkisar antara Rp 500 juta sampai hingga Rp 1 miliar. Sistha juga menjelaskan bahwa jumlah anggota dewan yang menggadaikan SK ini kemungkinan bisa bertambah. Proses pengumpulan berkas masih berlangsung secara bertahap. (www.cnnindonesia.com 5 september 2024).
Peristiwa yang sama juga terjadi di Kabupaten Sampang yangyang dilantik Direktur Utama Bank Sampang, Syaifulloh Asyikmengungkapkan bahwa sudah ada 15 legislator yang mengajukan pinjaman. Mereka terdiri dari anggota DPRD lama yang tepilih kembali serta anggota DPRD baru. Ia juga menambahkan bahwa alas an wakil rakyat yang baru dilantik menggadaikan SK mereka ke bank bervariasi. Mulai membayar hutang kampanye, membeli rumah, merenovasi rumah hingga untuk kepentingan keluarga.
Fakta ini sejatinya menggambarkan gaya hidup hedon dan konsumtif melingkupi kehidupan para pejabat hari ini. Semua ini adalah buah dari pemikiran sekularisme, pemisahan antara agama dari kehidupan yang telah menancap kuat dalam benak mayoritas masyarakat hari ini tak terkecuali para pejabat. Tidak bisa di pungkiri bahwa sistem penndidikan yang di terapkan di negeri berasaskan sekuler yang mengabaikan peran agama dalam kehidupan. Sistem pendidikan inilah yang ikut andil dalam pembentukan pejabat yang matrealistik dan hanya untuk berlomba-lomba untuk hidup mewah. Pasalnya sekulerisme memandang kesuksesan dari sudut pandang materi. Seseorang dikatakan sukses jika berhasil meraih kepuasan materi yang sebesar-besarnya seperti memiliki rumah mewah, mobil mewah, bisa jalan-jalan keluar negeri dan sebagainya. Pejabat hedon dan konsumtif sejatinya tidak bisa di lepaskan dari sistem politik demokrasi yang diberlakukan di negeri ini.
Kekuasaan atau jabatan dipandang sebagai jalan untuk meraup kekayaan sebanyak-banyaknya meski telah melakukan kecurangan . tidak heran integritas dan etos kerja pejabat dikenal buruk. Sebab mereka diangkat bukan karena berdasarkan kapabilitas kepemimpinannya tetapi berdasarkan besarnya modal yang dimiliki. Hal ini sudah menjadi tabiat dalam sistem politik demokrasi dimana tanpa modal besar seseorang tidak akan mampu mencalonkan diri menjadi pejabat. Tabiat inilah yang menjadikan pejabat terpilih berusaha menggembalikan modal yang dikeluarkan saat kampanye dengan berbagai cara. Belum lagi dalam sistem kapitalisme hutang di pandang sebagai pemasukan selain pendapatan. Wajar Negara yang menerapkan ekonomi kapitalisme akan memberi jalan bagi siapapun untuk memperoleh hutang baik dengan menggadaikan SK. Bahkan sebagaimana fakta hari ini lembaga-lembaga pinjol bertebaran dimana-mana yang berarti Negara memberi solusi berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maupun untuk memenuhi gaya hidupnya.
Lahirnya pejabat yang amanah dan fokus menjalankan tanggung jawabnya dalam mengurus urusan umat sangat mustahil dalam sistem politik demokrasi yang saat ini tegak dengan sistem ekonomi kapitalismenya.
Pejabat yang berperan sebagai raa’in (pengurus seluruh urusan umat) dan junnah (pelindung bagi rakyatnya) hanya lahir dari sistem pemerintahan islam yang di sebut khilafah. Pasalnya sitem islam berlandaskan pada aqidah islam. Aturannya bersumber dari Allah SWT sang pencipta dan pengatur manusia. Sehingga aturannya sangat terperinci memberikan solusi permasalahan umat manusia. Terbentuknya pejabat yang amanah dan layak jadi teladan bagi umat tidak terlepas dari sistem komprehensif yang dimiliki oleh khilafah. Mulai dari sistem pendidikannya yang berbasis aqidah islam. Sistem politik khilafah yang fokus menjalankan fungsi ri’ayah berdasarkan syariat islam hingga suasana ruhiyah yang terbentuk di tengah masyarakat. Islam menetapkan bahwa siapapun yang memegang amanah kepemimpinan pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT di akhirat kelak.
Pemahaman terkait kepemimpinan sangat dipahami oleh pejabat-pejabat dalam khilafah sebagai konsekuensi iman. Sementara terbentuknya iman yang kokoh adalah salah satu tujuan dan buah dari penerapan sistem pendidikan islam yang diterapkan dalam khilafah. Sistem pendidikan islam bertujuan untuk membentuk kepribadian islam pada setiap individu. Disamping itu pemilihan pejabat dalam kekhilafahan tidak disandarkan pada modal, tetapi kapabilitas pejabat tersebut dalam mengurus urusan umat. Islam memang tidak melarang individu menjadi orang kaya hanya saja sebagai public figure, pejabat memahami bahwamereka adalah teladan bagi umat termasuk teladan untuk hidup sederhana. Mereka akan fokus menjalankan amanahnya sebagai pengurus umat. Apalagi khilafah islamiyah menjamin kesejaheraan bagi seluruh rakyatnya termasuk pejabat. Negara memberi gaji yang layak dan sesuai manfaat kerja yang diberikan pegawai Negara dan memberikan tunjangan yang cukup bagi pejabat yang memegang amanah penguasa.
Sehingga tidak adapejabat yang kekurangan dalam hal ekonomi . demikianlah khilafah mampu melahirkan pejabat yang amanah dan layak menjadi teladan bagi umat.
Wallahu’alam bishowab