TANTANGAN MENDIDIK ANAK DI ERA DIGITAL


Oleh:  Inge Oktavia Nordiani 

Berbicara masalah anak adalah hal yang sangat vital. Anak seringkali menjadi objek yang sangat diharapkan di tengah-tengah tatanan sebuah rumah tangga. Namun ketika keberadaan seorang anak telah terwujud tak jarang orang tua menganggap anak sebagai beban. Bukan tanpa alasan. Kondisi hari ini serba sulit, sehingga di dalam menghadapi hadirnya seorang anak hampir jarang yang menginginkan punya keturunan yang banyak. Hal ini tampak pada slogan BKKBN, dua anak cukup.


Sungguh, memaknai hadirnya seorang anak harus kita kembalikan pada bagaimana hakikat diciptakannya manusia oleh sang pencipta. Belajar dari kisah dua Nabi terdahulu yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Zakaria. Seorang nabi sejatinya bersikap qona'ah atas segala ujian yang menimpanya. Namun untuk masalah anak baik Nabi Ibrahim maupun Nabi Zakaria senantiasa terus tanpa letih meminta diberikan keturunan pada Allah SWT. Walaupun usianya telah senja. Allah SWT mengabulkan do'a nabi ini. Nabi Ibrahim dikaruniai anak pada usia 99 tahun sementara Nabi Zakaria dikaruniai anak pada usia 100 tahun lebih. Hal ini menunjukkan hadirnya seorang anak merupakan titipan sekaligus anugerah yang harus dirawat hingga menjadi estafet peradaban mendatang dunia dan akhirat.


Anak merupakan amanah dari Allah SWT. Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw bersabda: "Tidaklah seorang anak yang lahir itu kecuali dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikan iya yahudi nasrani atau majusi (HR Muslim). Ini artinya sebagai orangtua kita memiliki kewajiban untuk mensholihkan anak. 


Sebuah hadits nabi cukup panjang seharusnya menjadi penyemangat pada orang tua agar teguh di dalam mendidik anak. Disampaikan setelah dihisab seorang anak diperintahkan Allah masuk ke dalam salah satu surganya anak itu berjalan menuju pintu surga seperti yang diperintahkan tapi anak itu kemudian berhenti tepat di depan pintu surga dan berkata, "saya punya orang tua, aku tidak akan masuk surga kecuali engkau membiarkan keduanya masuk bersamaku kata anak itu menjawab pertanyaan Allah. Maka Allah memanggil kedua orang tua anak itu yang sedang disiksa di neraka dan masuklah semuanya ke dalam surga.


Namun apa yang terjadi pada pola hubungan orang tua hari ini? Sungguh telah terlepas  jauh dari fitrahnya. Kasus-kasus yang terjadi di Indonesia semakin hari semakin meningkat grafiknya, makin beragam caranya dan semakin di luar nalar pikiran manusia. Banyak contohnya  Seorang anak tega membunuh ayah atau ibu kandungnya. Seorang anak tega menelantarkan orang tuanya, memasukkannya ke panti jompo dengan alasan sejak kecil tidak pernah merawat anaknya. Kasus seorang ibu tega melecehkan anak balitanya demi iming-imi ng uang jutaan rupiah. Banyaknya generasi yang terjebak umbar kemesraan dengan pacarnya. Mereka menganggap itu sebagai sebuah kebanggaan. Tidak sedikit pula generasi hari ini yang menjadi maniak game sehingga banyak dampak yang terjadi akibat terjebaknya mereka pada game online. Begitu pula banyaknya anak-anak yang tinggal bersama kakek dan neneknya akibat orang tuanya yang bercerai sehingga minim kasih sayang dari orang tuanya.


Melihat fenomena di atas sungguh kerusakan yang terjadi tentu tidak alami. Sebagaimana dalam Quran surat Ar-rum ayat 41 yang berbunyi, "telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Lalu mampukah orangtua mendidik anak di era digital hari ini? Mampukah sebagai orang tua menyatukan visi bersama anak agar bersama-sama dapat berkumpul di hari setelah kematian ?yaitu di surgaNya?


Menelisik fenomena di atas dapat diambil kesimpulan bahwa penyebab semua yang terjadi adalah sakitnya tiga penopang kehidupan yaitu individu, masyarakat dan juga negara. Dari segi individu tampak bahwa masih banyak individu yang belum kuat iman, jauh dari menjalankan kewajibannya sebagai seorang insan di muka bumi. Tujuan hidupnya belum terpatri dalam hatinya sehingga tidak tampak di dalam aksi menjalankan kesehariannya. kedua adalah kontrol dari masyarakat. Tampak di tengah-tengah masyarakat masih minim aktivitas amar ma'ruf nahi munkar sehingga memperlambat jalannya kebaikan di  masyarakat.  Ketiga adalah negara yang tidak menerapkan syariat Islam sehingga orientasi di dalam menjalankan kehidupan bagi rakyat terjebak pada orientasi materi. Kehidupan jauh dari nilai-nilai agama (sekuler). Seharusnya negara memfasilitasi keimanan individu masyarakat juga dengan formulasi aturan yang tegas dan sesuai dengan syariat Islam di tengah-tengah masyarakat.  Sebab hanya dengan syariat Islamlah segala permasalahan di atas dapat terselesaikan dengan baik.


Oleh karena itu hal yang perlu dilakukan sebagai orangtua dalam menghadapi tantangan dalam mendidik anak antara lain: 

Pertama, sebagai orangtua harus memiliki prinsip. Menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran. Kesadaran akan kehidupan ini dibentuk Dari keimanan yang kokoh kepada Allah SWT. Kedua, sebagai orangtua hendaknya mau menjalankan parenting sebagaimana yang diajarkan nabi di dalam mengkondisikan keluarga sehingga dampak dari kemauan tersebut akan terasa vibrasinya di tengah-tengah keluarga. Ketiga, Sebagai bagian dari masyarakat, berupaya untuk mengaktifkan Amar ma'ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat dengan menyuarakan opini urgensi syari'at islam dalam sebuah pengaturan. Keempat, menyeru penguasa agar kembali menyandarkan segala aturan pada sistem Islam yang telah terbukti menyelamatkan fitrah-fitrah manusia. Kelima, melangitkan do'a.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel