Kasus Prostitusi Anak, Solusi dan Akar Masalahnya
Penulis : Ika Kusuma
Pusat Pelaporan Analis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan temuan terkait transaksi prostitusi online yang melibatkan 24.000 anak dengan rentang usia 10 - 18 tahun dengan nilai perputaran uang mencapai Rp 127.371.000.000. (nasional.kompas.com, 26/7/2024).
Terkait hal tersebut, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah berhasil membongkar sindikat prostitusi online dan menangkap 4 tersangka yang berinisial YM (23) laki laki dan 3 perempuan yakni MRP (39), CA (19) , dan MI (26). Para pelaku menjajakan korban melalui aplikasi grup telegram yang bernama "Premium Place" dengan jumlah member saat ini mencapai 3.200 akun. Berdasarkan hasil penyelidikan, pelaku menawarkan 1.963 perempuan dan 19 anak di bawah umur. (nasional.kompas.com, 23/7/2024).
Mirisnya, dari 19 anak yang terlibat prostitusi online tersebut, beberapa dari orang tua mereka mengetahui dan membiarkan anak mereka menjadi pekerja seks. (inews.id, 25/07/2024) .
Hal ini salah satu bukti nyata kerusakan moral masyarakat dampak penerapan sistem sekularisme kapitalis saat ini. Kemiskinan struktural membuat masyarakat semakit terhimpit dan berpikiran sempit. Di tengah tingginya biaya kebutuhan hidup dan sulitnya lapangan pekerjaan serta gaji pas pasan membuat sebagian mereka gelap mata menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang secara instan, termasuk menjual anak dalam bisnis prostitusi. Mereka tak lagi peduli perbuatan mereka berdampak pada kerusakan generasi ataupun melanggar norma agama.
Diakui ataupun tidak, nilai sekularisme telah mengakar kuat dalam kehidupan umat saat ini. Akibatnya, umat merasa hidup bebas dan tak lagi mempedulikan nilai dan norma agama dalam kehidupan. Dalam sistem sekularisme, agama tak lebih hanya sebatas ibadah ritual, bukan untuk mengatur kehidupan umat. Sekularisme kapitalisme telah membentuk cara pandang umat terhadap kehidupan hanya sebatas kepuasan materil dan dunia saja.
Kerusakan demi kerusakan semakin nampak terlihat dalam sistem kapitalisme sekularisme saat ini. Negara tak mampu lagi memberikan perlindungan dan jaminan kesejahteraan untuk rakyatnya. Hal ini tak lain karena penerapan aturan buatan manusia yang cenderung berpihak pada kepentingan sebagian golongan saja. Ini terbukti dari lemahnya sistem hukum di negeri ini. Hukum yang terasa tumpul ke atas namun tajam ke bawah mengakibatkan kasus seperti prostitusi online, judi online, dan narkotika tak pernah benar-benar selesai secara tuntas. Hingga negara terkesan tak serius dalam memberantas segala praktek haram tersebut.
Pemerintahan sekularisme kapitalisme terbukti gagal menyejahterakan rakyat dan melindungi nasib generasi penerusnya. Meskipun berbagai kebijakan diambil melalui UU perlindungan anak atau pun program kota layak anak, hal itu tak lebih hanya sebatas regulasi tanpa menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya, yakni penerapan sistem sekularisme. Pemisahan agama dari kehidupan telah berdampak pada kerusakan moral yang menjadi sumber segala problematika umat saat ini.
Jika sistem buatan manusia ini telah nampak nyata rusaknya, saatnyalah umat tersadarkan bahwa hanya aturan Allah Yang Maha Sempurna sajalah yang mampu mengatur kehidupan umat beserta segala problematikanya. Setidaknya sejarah telah mencatat ketika sistem Islam ditegakkan secara kaffah dalam naungan institusi khilafah, umat hidup sejahtera dan mampu melahirkan generasi generasi cemerlang pada masanya.
Ini karena Islam mempunyai sistem pendidikan yang mampu membentuk generasi yang berkepribadian Islam, di mana cara pikir, sikap dan perilaku mereka berdasarkan syariat Islam sehingga tiap individu mampu menghindari perbuatan-perbuatan yang dilarang syariat dengan penuh kesadaran. Kalaupun ada pelanggaran, hukum Islam mempunyai sanksi tegas yang mampu menghadirkan efek jera bagi para pelaku, misal hukum qisas atau rajam bagi pezina. Penetapan hukum Islam mutlak bersumber pada Al-Qur'an dan hadis sehingga mampu mencegah kecurangan hukum ataupun jual beli hukum layaknya dalam sistem kapitalisme saat ini.
Negara juga wajib menjalankan perannya sebagai raa'in (pemelihara umat) yang bertanggung jawab atas kesejahteraan umat. Negara menjamin tiap kepala rumah tangga mendapatkan pekerjaan dan gaji yang layak agar mampu memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini tentu mampu menjadikan fungsi keluarga berjalan sebagaimana mestinya, di mana perempuan dan anak tak lagi menjadi objek eksploitasi dan mendapatkan perlindungan. Selain itu, beban kepala keluarga juga akan jauh lebih ringan karena negara menjamin kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan keamanan agar bisa diakses dengan mudah dan gratis.
Penerapan sistem ekonomi Islam yang khas juga menjamin perputaran ekonomi yang adil sekaligus mencegah praktik monopoli.
Selain itu, lingkungan dalam peradaban Islam juga dijamin kondusif dan aman untuk tumbuh kembang generasinya. Negara akan memberantas segala praktik haram seperti prostitusi maupun judi dengan aturan tegas bagi media agar tidak menayangkan tontonan yang berpotensi merusak generasi. Jika akar permasalahan telah mampu diatasi, bukan hal mustahil kesejahteraan umat terwujud dalam naungan sistem Islam kaffah. Wallahualam.