Investasi Cina, antara Solusi dan Penjajahan

 


Oleh: Hamsina Ummu Ghaziyah 


Hubungan ekonomi Cina dan Indonesia, terutama terkait investasi semakin menarik untuk dibahas. Pasalnya, nilai investasi China di Indonesia tercatat mencapai US$30,2 miliar sejak 2019 hingga kuartal I-2024. Tercatat sebanyak 21,022 proyek dari kerjasama selama periode tersebut.


Hak ini menunjukkan, Indonesia masih menjadi negara yang dipercaya oleh Cina untuk melakukan berbagai investasi. Penanaman modal Cina di Indonesia dinilai mampu memberikan kemajuan terutama dalam sektor ekonomi. Terlihat investasi Cina di Indonesia telah masuk diberbagai proyek-proyek infrastruktur seperti halnya proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Mentarang Induk (MIHEP), yang saat ini berafiliasi dengan negara Cina untuk menyuplai listrik di wilayah ibukota baru nantinya. Kali ini, Cina berencana melebarkan sayap investasinya di industri tekstil. 


Vice CEO PT Pan Brothers Tbk. (PBRX) Anne Patricia Sutanto mengaku tidak khawatir bilamana perusahaan tekstil asal Cina berminat menanamkan modal di Indonesia. Menurutnya, kehadiran investor asing justru bisa menciptakan sinergi positif bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri. Anne tetap menekankan pemerintah wajib memberikan jaminan yang setara bagi pelaku industri TPT baik pemain lokal maupun pemodal asing. (Bloombergtechnoz.com,26/6/2024)


Daya saing industri di Indonesia saat ini bisa dikatakan sedang tidak baik-baik saja. Hal ini terlihat pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang terus dihantam badai produk impor asal Cina. Sungguh miris, industri TPT yang memiliki kontribusi dalam memajukan perekonomian bangsa dalam beberapa tahun terakhir ini sejak 2019, harus gulung tikar akibat persaingan harga dan barang produksi dalam negeri dengan produk impor.


Gulung tikarnya sejumlah perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT), hingga menyebabkan Pemutusan hubungan kerja (PHK), sudah terjadi sejak 2019 atau saat sebelum merebaknya Covid-19 di tanah air. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan, PHK di pabrik TPT ini mulanya sebagai langkah efisiensi yang dilakukan perusahaan. Namun, ada beberapa di antaranya tidak mampu bertahan meski telah melakukan PHK. (Cnbcindonesia.com,30/6/2024)


Salah satu faktor yang membuat produksi dalam negeri menjadi kian tak berdaya hingga sulit bertahan ditengah persaingan pasar domestik adaoah membanjirnya produk impor, legal mauoun ilegal dengan harga relatif murah. Dampak yang amat dahsyat inilah yang membuat banyak perusahaan tekstil gulung tikar dan melakukan PHK besar-besaran kepada karyawannya.


Parahnya, di tengah tumbangnya beberapa perusahaan tekstil yang memicu terjadinya gelombang PHK, mitra dagang Indonesia tersebut (Cina) menjanjikan investasi di sektor tekstil. Hal ini membuat segenap buruh tekstil pada Kamis (27/6/2024), melakukan aksi demontrasi besar-besaran. Mereka menuntut pemerintah untuk mengambil langkah menyelamatkan industri padat karya tersebut.


Fakta tersebut mengisyaratkan, pemerintah sejatinya kurang serius, bahkan tidak mampu melindungi industri TPT dalam negeri. Pemerintah sama sekali tidak memiliki solusi yang real untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan tekstil yang tengah sekarat. Mereka dibiarkan berjuang sendiri tanpa sokongan serta dukungan dari pemerintah. Mirisnya, pemerintah justru menggelar karpet merah untuk investor Cina yang digadang-gadang ingin membuka pabrik garmen di Indonesia dalam waktu dekat. 


Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Luhut B. Panjaitan menyebutkan, investor Cina akan membangun pabrik garmen di Kertajati, Jawa Barat, dan Sukoharjo, Jawa Tengah. Investasi tersebut diperkirakan dapat menyerap puluhan ribu tenaga kerja. (Kontan.co.id,28/6/2024)


Sungguh ironis, atas nama investasi pemerintah rela menomorsatukan investor asing tanpa peduli nasib industri dalam negeri yang saat ini tengah menunggu mati. Dengan dalih investasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan memutus mata rantai pengangguran, kebijakan ini justru berdampak pada  masuknya tenaga kerja asing. UU Cipta kerja pun tidak mampu memberi solusi dalam masalah ketenagakerjaan. yang ada malah menciptakan keuntungan bagi para penguasa alias pemilik modal.


Masuknya investasi asing sejatinya merupakan alat untuk menguasai sektor perekonomian negara lain. Disamping, adanya investasi asing membuka jalan bagi para korporasi asing menguasai SDA negeri tersebut. Fakta ini bisa kita lihat, bagaimana  Sri Lanka menjadi contoh nyata negara yang terjebak dalam utang Cina. Sri Lanka gagal membayar hutang pembangunan Pelabuhan Hambantota senilai US$0361 juta dan pada tahun 2016, Sri Lanka harus merelakan pelabuhan tersebut kepada Cina. Selain Sri Lanka, masih ada beberapa negara yang menjadi korban 'jebakan' utang Cina termasuk Indonesia sendiri.


Pertanyaannya, apakah pemerintah Indonesia menyadari hal tersebut? Kemungkinan besar iya, karena pada dasarnya masuknya investor asing selain menguntungkan pihak korporasi asing tentu juga menguntungkan bagi pihak oligarki. Meskipun dikungkung oleh jajahan Neo-Imperialisme, pemerintah Indonesia tetap menjalin hubungan kerjasama dengan pihak asing walaupun harus menumbalkan kesejahteraan rakyat.


Nyata bahwa sistem kapitalisme melanggengkan hubungan Indonesia dengan korporasi asing. Hubungan kerjasama yang sejatinya melahirkan aturan zalim yang menguntungkan pihak kapitalis dan merugikan rakyat terutama para pekerja. Kenyataan ini memperlihatkan kepada kita, bahwa negara sejatinya tidak mampu mengurus urusan rakyat dan lebih memihak korporasi asing.


Paradigma pembangunan dalam Islam bukanlah kapitalistik, melainkan paradigma industri berat. Hal ini sejatinya akan mendorong terbukanya industri lain yang strategis yang akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyat yang tidak memiliki pekerjaan. Oleh karena itu, Indonesia seharusnya sadar untuk melepaskan diri dari jeratan hegemoni negara kufur, asing dan aseng.


Allah Swt. berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصٰرٰٓى اَوْلِيَاۤءَۘ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۗ وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(-mu). Sebagian mereka menjadi teman setia bagi sebagian yang lain. Siapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (QS. Al-Maidah:51)


Ayat di atas mempertegas peringatan Allah Swt. kepada seluruh kaum muslim untuk tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai teman dekat, aoakagi menjadi pemimpin di tengah kaum muslim. Untuk itu, Islam mewajibkan negara untuk tampil berwibawa dan penuh kemandirian dalam kancah perpolitikan internasional. Islam sangat memperhatikan hubungan kerjasama antara negeri muslim dengan negeri-negeri asing baik di bidang perpolitikan, perekonomian, dsb.


Dalam negara Islam (Khilafah) bentuk kerjasama tergantung dari posisi negara tersebut. Bagi negara yang secara nyata memerangi dan memusuhi Islam dikategorikan sebagai negara muhariban fi’lan. Ini adalah negara yang kedudukannya sebagai kafir fi’lan, maka diharamkan untuk melakukan kerjasama dalam bentuk apapun. Seperti negara Cina, dan Amerika. Maka dari itu, negeri-negeri muslim wajib memiliki peta pengaruh dan kekuatan negara-negara di dunia. Serta menjadikan aqidah Islam sebagai landasan dalam membangun hubungan kerjasama dengan negara-negara asing, dan juga mendakwahkan Islam hingga keseluruhan penjuru dunia. 


Terkait hubungan kerjasama dalam perekonomian, negara Khilafah sangat memperhatikan, negara-negara asing mana saja yang boleh diajak kerjasama. Apabila merupakan negara kafir harbi fi'lan, maka haram hukumnya untuk menjalin kerjasama, seperti Yahudi, yang terbukti nyata memerangi kaum muslim. Sementara, negara asing yang boleh diajak kerjasama ialah mereka dari golongan kafir muahid yang telah terikat perjanjian dengan negara Khilafah. Tetapi dengan catatan, hubungan kerjasama tersebut tidak menimbulkan kerugian serta mengancam kedaulatan negara.

 

Demikianlah bagaimana Islam mengatur hubungan kerjasama dengan luar negeri. Mekanisme yang diterapkan dalam Islam mampu menghantarkan negara khilafah menjadi negara adidaya selama 14 abad lamanya. Disamping, Khilafah juga menetapkan industri  produksi alat perang dan alat berat yang mampu menggetarkan musuh-musuh Islam. 


Negara khilafah akan memanfaatkan SDA semata-mata untuk kepentingan rakyat. Pemanfaatan SDA ini akan membuka lapangan pekerjaan sehingga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya. Inilah salah satu cara negara Khilafah dalam menjaga kesejahteraan rakyatnya. Khilafah tidak serampangan memberikan pengelolaan SDA tersebut kepada negara luar apalagi membuka kran impor serta menjalin kerjasama dengan negara kafir harbi yang terbukti memerangi Islam.

  

Adanya seperangkat aturan yang diberlakukan dalam Islam inilah yang akan menutup celah masuknya jajahan imperialisme Barat. Karena Khilafah hadir sebagai pelindung rakyat yang akan melindungi seluruh hak-hak rakyat serta menjaga agar rakyat tetap hidup sejahtera dan senantiasa dalam keimanan dan ketakwaan. 


Wallahu A'lam Bishshowab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel