Biiaya Pendidikan Mahal, Kualitas Asal?

 



Oleh: Haerini Udin

Mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) tengah menjadi perbincangan publik. Jumlah UKT yang terbilang cukup mahalñ itu dinilai memberatkan mahasiswa terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu. 

Persoalan ini semakin menambah kekhawatiran di tengah jumlah anak putus sekolah yang juga masih belum terselesaikan. 


Dikutip dari laman Kendarinews.com, baru-baru ini seorang calon mahasiswa baru (maba) universitas haluoleo Kendari (UHO) terpaksa harus mengubur mimpi besarnya untuk kuliah. Kendati lulus sebagai calon maba lewat jalur bebas tes. Asa Fani Alfiani harus kandas lantaran terlambat membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) di UHO. 


Fani Alfiani mengisahkan, ketika mengisi formulir bebas tes beberapa waktu lalu, Fani diminta mencantumkan pendapatan orangtuanya. Ia lantas mencantumkan gaji orangtuanya sebesar Rp500 ribu perbulan. (Kendari news.com 20/7/24).

Selanjutnya, saat proses pendaftaran ulang, Fani Alfiani diwajibkan membayar Rp3,2 juta dari pihak kampus UHO. Rinciannya, Rp3 juta untuk UKT, dan Rp200 ribu untuk biaya pemeriksaan kesehatan calon maba. Kendati terbilang rendah bagi sebagian orang, nominal tersebut rupanya cukup berat bagi Fani Alfiani dan keluarga. (Kendari news.com 20/7/24). Kasus Fani Alfiani menambah panjang daftar anak-anak Indonesia yang putus sekolah karena masalah ekonomi. 


Jumlah Anak Putus Sekolah Meningkat


Putus sekolah masih menjadi fenomena yang belum terselesaikan di dunia pendidikan Indonesia. 

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, pada Juni 2023 angka putus SD mencapai 0,13 persen, SMP 1,06 persen, dan SMA 1,38 persen. Data tersebut tak jauh berbeda dengan situasi pada tahun-tahun sebelumnya. Analisis Litbang Kompas menunjukkan, dalam rentang 2016-2022, jumlah anak putus sekolah mengalami fluktuasi. Ekonomi menjadi salah satu penyebab tingginya angka putus sekolah di negeri ini (kompas.com, 26/6/2023).


Upaya Pemerintah


Guna mengatasi permasalahan ini, pemerintah memiliki Program Indonesia Pintar (PIP) yang merupakan program bantuan dari Kemdikbud Ristek berupa uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah, untuk peserta didik dan mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin. Tahun ini PIP diprioritaskan untuk pendidikan menengah (SMA/SMK). Hal itu dilakukan karena pengurangan angka putus sekolah yang harus diseriusi ada pada jenjang tersebut (MediaIndonesia.com, 7/6/2023).


Solusi Islam


Islam sebagai sebuah mabda mempunyai solusi tuntas terhadap seluruh permasalahan termasuk pendidikan. Dalam sistem Islam, negara tidak akan membiarkan pelajar putus sekolah. Negara hadir untuk memastikan dan menjamin tidak akan ada anak atau pelajar putus sekolah. Negara menyadari betul bahwa pendidikan adalah salah satu kebutuhan dasar untuk semua kalangan yang wajib dipenuhi oleh negara. Hal ini sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah saw. saat membebaskan sebagian tawanan perang Badar dengan syarat mengajarkan baca tulis kepada sepuluh orang anak-anak muslim. 


Konsep pendidikan dalam Islam bersifat merata dan tidak mahal sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar. Konsep keuangan Islam menjadi andalan untuk mendapatkan pemasukan yang besar. 

Baitul Mal akan menjadi penyelenggara keuangan yang akan mengatur pemasukan dan pengeluaran, termasuk biaya pendidikan. Kas Baitul Mal diperoleh dari pembayaran jizyah, kharaj, fai, ganimah, pengelolaan SDA, dan lainnya. Dengan begitu, negara tidak perlu menarik biaya pendidikan dari rakyat. Apabila Baitul Mal tidak mampu mencukupi biaya pendidikan, negara akan mendorong kaum muslim untuk menginfakkan hartanya. Jika hal itu belum cukup, kewajiban pembiayaan untuk pendidikan akan beralih kepada seluruh kaum muslim (yang mampu). Berkaitan dengan korporasi, Islam melarang negara mengalihkan tanggung jawab pembiayaan pada mereka.


Dengan demikian, hanya Islam yang dapat memberikan pelayanan pendidikan terbaik untuk masyarakat. Islam akan mengoptimalkan pembiayaan negara terlebih dahulu agar kegiatan pendidikan terus berjalan serta menjamin tidak ada anak-anak yang putus sekolah, sedangkan rakyat dan lembaga pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi bisa berkonsentrasi pada tugas utamanya dalam mendidik generasi tanpa dihantui rasa waswas dan bersalah.


Wallahuam a'lam.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel