PHK Massal, Bukti Kegagalan Ekonomi Kapitalisme

 




Oleh: Hamsina Ummu Ghaziyah 

Perekonomian Indonesia tengah menghadapi tantangan sulit. Pemutusan hubungan kerja atau PHK bertebaran dimana-mana. Buruh perkantoran hingga pabrik dihantui pemecatan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Teranyar,  perusahaan hasil penggabungan Tokopedia dan Tiktok shop di bawah pengelolaan ByteDance mengumumkan kebijakan PHK. Namun, perusahaan enggan mempublikasikan jumlah pekerja yang terkena PHK. (CNBCindonesia.com,15/6/2024)


Sementara itu,  satu persatu industri padat karya Indonesia seperti industri tekstil, garmen, hingga alas kaki, mengehentikan operasionalnya alias tutup. Akibatnya, gelombang  PHK tak mampu dubendung. Mengejutkannya, bukan hanya buruh/pekerja saja yang merasakan dampak akibat PHK, melainkan warga di sekitar pabrik yang tutup turut terkena imbasnya. (CNBCindonesia.com,14/6/2024)


Pantauan CNBCIndonesia pada Kamis (13/6/2024) di lokasi salah satu pabrik kosong di Propinsi Jawa Barat, tak ada lagi hiruk-pikuk pekerja pabrik yang biasa menghidupkan aktivitas ekonomi di wilayah sekitarnya. Hanya terlihat bekas-bekas lapak penjual yang ditinggalkan, seiring dengan semakin berkurangnya pekerja pabrik, hingga akhirnya tak tersisa. 


Derasnya gelombang PHK merupakan momok paling menakutkan bagi para pekerja/buruh. Pasalnya, di tengah himpitan ekonomi yang kian sulit, ditambah sulitnya mencari nafkah akan terasa berat untuk memenuhi kebutuhan hidup, apalagi bagi mereka yang sudah berumah tangga dan memiliki anak.  PHK yang terjadi dimana-mana ini pun jelas akan menimbulkan permasalahan baru, yakni semakin bertambahnya jumlah pengangguran. Padahal, pengangguran di Indonesia hampir setiap tahun mengalami peningkatan. 


Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), TPT atau persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 5,32 persen yang berarti ada 7,86 juta pengangguran per Agustus 2023 dari total 147,71 juta angkatan kerja. Sementara, per Februari 2024 jumlah pengangguran mencapai 7.20 juta orang. 


Meskipun mengalami penurunan yang signifikan, namun hal ini jelas membuktikan kegagalan negara dalam menekan angka pengangguran di Indonesia. Jika hal ini terus terjadi, maka jumlah kemiskinan juga akan meningkat. Kemungkinan terburuknya, angka kejahatan juga akan meningkat. Hal ini karena ada kesalahan paradigma dalam memandang peran negara. 


Negara dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang hanya menguntungkan pihak kapitalis/pemodal. Fakta ini bisa kita lihat bagaimana kebijakan pemerintah mengalihkan pengelolaan  SDA kepada pihak asing maupun swasta. Pada akhirnya, rakyat yang dikorbankan.


Belum lagi, mekanisme outsourcing makin menyusahkan rakyat. Pasalnya, ditinjau dari  aspek kerjasama, keamanan, upah, dan hak-hak karyawan, masih jauh dari harapan. Itulah mengapa mekanisme ini memiliki beberapa kelemahan, diantaranya kehilangan kendali, dampak negatif pada setiap karyawan, risiko perlindungan dan kerahasiaan data. 


Oleh karena itu, jika ingin berharap kesejahteraan dalam sistem kapitalisme maka itu hanyalah sebua utopis semata. Karena dalam sistem rusak ini kesejahteraan hanyalah milik mereka yang memiliki kekuatan dan kekuasaan. Adapun kebijakan penguasa yang mengatasnamakan jaminan kehidupan rakyat semua hanya omong kosong belaka.  Hal ini jelas terlihat lewat regulasi UU Cipta Kerja yang tak memihak kepada rakyat. 


Fakta ini juga membuktikan, bahwa negara telah gagal menjadi ra'iin atau pelayan bagi rakyatnya. Negara terbukti abai terhadap nasib rakyat dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Paradigma negara hanya sebatas regulator dan fasilitator untuk kepentingan para pemilik modal. Maka jelas kegagalan negara ini pun selaras dengan sistem kapitalisme yang lebih mengedepankan kepentingan para kapitalis dari pada memenuhi hajat hidup orang banyak. 


Lalu bagaimana sistem Islam memandang permasalahan di atas?  Islam sebagai ideologi sempurna telah mewajibkan negara (khilafah) untuk melindungi dan menjamin kehidupan mereka.  Rakyat adalah amanah, mereka layaknya gembalaan yang wajib dijaga dan dilindungi oleh gembalanya. 


Paradigma dalam sistem Islam memandang pemimpin ibaratnya ra'iin atau pelayan bagi rakyatnya. Pemimpin adalah pengurus urusan rakyat, maka sudah menjadi kewajiban bagi seorang pemimpin untuk memenuhi segala kebutuhan hidup rakyatnya agar senantiasa berada dalam kesejahteraan. 


Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:


الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


"Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR al-Bukhari dan Ahmad).



Di dalam Islam,  pemimpin terbaik sepanjang masa ialah Nabi Muhammad saw. Sebagai utusan Allah Swt., Beliau menjadi suri tauladan serta sosok panutan pemimpin umat. Semasa kepemimpinannya sebagai kepala Negara Islam di Madinah,  Rasulullah saw. tidak hanya menerapkan hukum-hukum Allah swt tetapi juga diperintahkan untuk menjaga hak-hak kaum muslim beserta seluruh rakyat untuk menjamin kebutuhan hidup mereka. 


Kewajiban mengurus umat ini kemudian dilanjutkan oleh khulafaur-Rasyidin,  Khalifah Umar bin Khaththab ra. Misalnya ketika beliau menyediakan pendidikan gratis dan memberikan gaji yang layak bagi para pengajar sebesar 15 dinar. Kewajiban mengurus umat ini tetap berlanjut hingga ke para khalifah selanjutnya. 


Sebaliknya, Islam mengancam para penguasa yang menelantarkan rakyat, apalagi menghalangi hak-hak mereka. Sabda Rasulullah saw.:


مَا مِنْ إِمَامٍ يُغْلِقُ بَابَهُ دُونَ ذَوِي الْحَاجَةِ وَالْخَلَّةِ وَالْمَسْكَنَةِ إِosoaoowلَّا أَغْلَقَ اللَّهُ أَبْوَابَ السَّمَاءِ دُونَ خَلَّتِهِ وَحَاجَتِهmskkakkkak\ka وَمَسْكَنَتِهِ


"Tidak seorang pemimpin pun yang menutup pintunya dari orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan kemiskinannya. " (HR at-Tirmidzi).


Oleh karena itu, dalam sistem islam seorang pemimpin adalah pelaksana hukum syariah. Maka wajib baginya pula menerapkan dan menjadikan aqidah dan syariah Islam sebagai asas untuk mengatur urusan umat, termasuk didalamnya mengatur aspek ekonomi. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam niscaya akan membawa keberkahan bagi seluruh umat manusia. 


Negara Khilafah akan menjalankan berbuat mekanisme untuk mengatasi permasalahan pengangguran. Di antaranya, dengan memanfaatkan sumber daya alam yang merupakan sumber kepemilikan umum seperti minyak bumi, gas,  hutan, dan tambang. Hasil kepemilikan umum ini, dikelola oleh negara untuk kepentingan umat dimana salah satunya adalah dengan membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi rakyat yang tidak memiliki pekerjaan.


Sumber kepemilikan umum ini tidak boleh di kelola oleh individu, pihak investor baik asing maupun swasta karena syariat Islam mengharamkannya. Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw., "Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api. (HR Ibnu Majah). Kemudian,Rasul saw juga bersabda:Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api. (HR Ibnu Majah).


Demikianlah bagaimana negara khilafah memanfaatkan SDA untuk kesejahteraan rakyat. Dengan penerapan sistem ekonomi islam, niscaya pula akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat serta pelayanan publik. Hal ini berbanding terbalik dengan sistem ekonomi kapitalisme, yang telah terbukti gagal dalam kesejahteraan rakyat. Sementara kesejahteraan dalam sistem ekonomi kapitalisme hanya dinikmati oleh segelintir orang, tak lain para pemilik modal. Lantas tidakkah kita ingin mencampakan sistem yang telah merusak sendi-sendi kehidupan umat ini? Dan diganti dengan sistem Islam yakni Khilafah Islam, yang dengannya tercurah keberkahan bagi seluruh umat. 


Wallahu A'lam Bishshowab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel