DEMI KERUKUNAN BERAGAMA AQIDAH UMAT TERGADAIKAN

 




Oleh: Ummu Afra

(Pemerhati masalah sosial dan politik)

Dilansir dari tribratanews.jateng.polri.go.id (27/6/2024), Kapolda Jateng Irjen. Pol. Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.Mk., menggelar acara Silaturahmi Bersama Tokoh lintas agama se-Jawa Tengah dengan tema “Merajut Keberagaman Antar Umat Beragama Melalui Toleransi dan Moderasi untuk Mensukseskan Pilkada Tahun 2024 yang Aman dan Damai” bertempat di Legacy Convention Hall Hotel Plampitan, Kota Semarang pada Rabu (26/6/24). Dalam sambutannya, Irjen Pol Ahmad Luthfi menegaskan pentingnya toleransi dan moderasi dalam menjaga kerukunan antar umat beragama.


Terkait kerukunan umat beragama, FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) memiliki peran sangat penting karena pembentukannya dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengalaman ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.(ntt.kemenag.go.id, 5/9/2019).


Melihat fakta tersebut, tampak nyata isu keagamaan menjadi topik yang terus dibincangkan. Kampanye akan kerukunan beragama dan toleransi ini nampaknya bermuara pada program moderasi beragama yang sedang digencarkan pemerintah.


FAKTA MODERASI BERAGAMA


Menurut KBBI moderasi berarti (1)Pengurangan kekerasan (2) Penghindaran keekstriman. Maka, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama, istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstriman dalam cara pandang, sikap, dan praktik beragama. (Detik.com)


Maka dapat disimpulkan bahwa moderasi beragama bertujuan  untuk menciptakan kerukunan, harmoni sosial, sekaligus menjaga kebebasan dalam menjalankan kehidupan beragama, menghargai keragaman tafsir dan perbedaan pandangan, serta tidak terjebak pada ekstremisme, intoleransi, dan kekerasan atas nama agama.


Untuk itu pemerintah sering mengangkat isu moderasi beragama dan massif mengopinikannya  melalui lembaga pemerintah, salah satunya adalah Kementerian Agama yang menjadi corong untuk menderaskan opini moderasi beragama. Bahkan Presiden Jokowi telah mencanangkan tahun 2022 sebagai tahun moderasi melalui toleransi beragama. Maka sesuai arahan presiden, program moderasi beragama secara masif dilakukan di lembaga pendidikan dan rumah ibadah. Program ini juga terkait sub-sub tema ceramah, khutbah, maupun materi pendidikan keagamaan. (kemenag.go.id, 9/4/21).


Hal tersebut makin dikuatkan dengan penjelasan dari Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag, Suyitno, yang mengatakan bahwa upaya mewujudkan kerukunan terlihat pula pada Penguatan Moderasi Beragama (PMB) lintas K/L (Kementerian/Lembaga) melalui Perpres No. 58 tahun 2023. Berdasarkan regulasi tersebut, seluruh instansi harus memiliki program dan anggaran terkait PMB.      (balitbangdiklat.kemenag.go.id, 12/6/2024).


Sedangkan  hubungan moderasi beragama dengan toleransi, dijelaskan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara, H. Sarbin Sehe yang menggarisbawahi bahwa moderasi beragama bukanlah sekadar titipan atau konsep dari barat, melainkan sebuah kebutuhan bagi bangsa Indonesia. Ia menegaskan bahwa moderasi beragama telah menjadi bagian dari budaya dan sejarah bangsa, di mana toleransi antarumat beragama telah ada sejak zaman dahulu. Contohnya, dalam momen-momen seperti pernikahan atau kematian, masyarakat Indonesia dari berbagai agama selalu datang bersama untuk saling mendukung.(sulut.kemenag.go.id (23/8/2023)


Toleransi merupakan bagian yang penting dalam moderasi beragama. Menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan antar sesama, akan menghentikan radikalisme dan terorisme. Pengamalan ajaran agama moderat yang mendasar adalah pendidikan toleransi dan pengakuan terhadap segala bentuk perbedaan. Sehingga terjadi hubungan yang baik antar kelompok beragama, sekaligus mencegah praktik radikalisme (mediaindonesia.com, 23/7/2020).


KRITISI MODERASI BERAGAMA

Ide moderasi bukanlah berasal dari Islam dan bukan pula murni dari ulama nusantara, melainkan merupakan propaganda kaum kafir Barat yang tidak suka Islam dan kaum muslimin. Merekalah yang mengkotak-kotakkan Islam menjadi beberapa golongan seperti ekstrimis, liberal, moderat dan lainnya. 

Sesuai dengan tabiatnya, kafir Barat dalam setiap agendanya pasti memiliki visi untuk menjauhkan Islam dari kehidupan kaum muslimin, juga ingin menghentikan laju gerak kebangkitan Islam yang mereka tahu betul hal itu akan terjadi. Maka tidak heran dewasa ini mereka semakin getol menyerang dan memusuhi Islam dengan berbagai upayanya termasuk moderasi beragama yang telah dikemas cantik namun membahayakan kaum muslimin.


Sekilas mata memandang, program moderasi beragama terlihat memiliki tujuan yang baik yaitu menciptakan kerukunan, kedamaian, keharmonisan antar umat beragama dan sebagainya. Namun benarkah demikian?

Terlihat dari beberapa tahun sejak munculnya program ini, beberapa konflik agama masih terjadi.

Juga, bukankah di tanah air selama ini mayoritas masyarakatnya sudah cukup damai berdampingan antar agama bahkan sebelum ada program moderasi. Maka benarkah keberadaan moderasi  beragama untuk mencapai kedamaian atau ada hal lain?


Jika kita telisik lebih dalam, dibalik balutan apik moderasi beragama ada bahaya yang mengancam kaum muslimin. Sebab, sampai sini dapat kita tarik bahwa goals dari moderasi beragama adalah membentuk prilaku yang ‘biasa’ saja terhadap agama, tidak ekstrimis juga tidak liberal.

Islam ekstrimis dinarasikan mereka yang taat syariat secara totalitas tanpa kompromi, sekali haram ya haram. Sedang liberal dinarasikan mereka yang hidup semaunya, bebas tanpa diatur agama.


Itulah skenario Barat untuk menjauhkan Islam dari umatnya, hal ini bisa mengaburkan syariat Islam yang sesungguhnya, membuat kaum muslimin pilah pilih dalam mentaati perintah Allah SWT, memberi kelonggaran pada kemaksiatan dengan dalih kemaslahatan, ikut dalam perayaan agama lain atas nama toleransi, bahkan berpotensi menghalalkan apa yang diharamkan Allah atas nama kesepakatan bersama.


Gerakan moderasi yang dilakukan di negeri ini tak ubahnya seperti gerakan sinkretisme yang memiliki pandangan bahwa pada dasarnya semua agama sama yaitu mengajarkan kebaikan dan melarang kejahatan. Namun Islam tidak menganggap demikian. Islam memandang bahwa agama Islam bersumber dari wahyu Allah sehingga merupakan agama yang benar dan keberadaannya di dunia ini  untuk membawa rahmat bagi seluruh umat manusia.


Maka ketika Islam dicampuradukkan dengan agama lain atau disamakan dengan agama lain, ini sudah bertentangan dengan syariat Islam. Dalam program moderasi Islam, sinkretisme merupakan alat untuk menjalankan program ini. Sepatutnya kaum muslim perlu mewaspadai segala bentuk kegiatan yang akan mengarah kepada sinkretisme. Sinkretisme ini diopinikan seolah- olah mengajarkan nilai nilai kebaikan. Namun pada faktanya membuat rusak akidah. Jika negara tidak menghentikannya, maka pelan tetapi pasti akidah umat Islam akan tergerogoti.


Di negara yang bersistem kapitalisme dan berpemahaman sekuler seperti Indonesia, sinkretisme dibiarkan berkembang begitu saja. Dengan label moderasi Islam yang dibungkus memikat menjadikan masyarakat sedikit banyak menerima paham tersebut. Susah memang di zaman kapitalisme ini dimana akidah bagaikan baju saja. Bisa disesuaikan dengan berbagai aksesori dan jenis pakaian lain. Dicampurkan, disesuaikan dan disamakan dengan akidah lain. Padahal akidah Islam merupakan akidah yang lurus dan bersumber dari wahyu. Tidak bisa dicampuradukkan dengan agama dan ide mana pun.


PANDANGAN ISLAM TERHADAP MODERASI BERAGAMA

Moderasi agama yang diprogramkan pemerintah berfokus pada moderasi Islam. Hal ini dikarenakan Islam dianggap ekstrim, intoleran, dan stigma negatif lainnya. Moderasi Islam sebenarnya berusaha menyesuaikan Islam dengan ide-ide Barat dan mencampuradukkan ide-ide Barat dengan Islam. Dengan mewacanakan toleransi, menjadikan Islam yang modern sesuai dengan zaman. Seharusnya zaman itu mengikuti Islam (syariat Islam). Namun para pegiat moderasi memaksakan Islam (syariat Islam) harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Islam juga disamakan dengan agama lain, sama-sama mengajarkan kebaikan. Substansi moderasi sebenarnya adalah agar umat Islam menerima nilai-nilai Barat seperti demokrasi, HAM, sekulerisme, dan semacamnya. 


Sejatinya umat Islam tidak memerlukan adanya moderasi beragama. Sebab Islam memiliki sistem yang komperhensif dan tidak adalagi yang lebih tinggi darinya, maka tak ada hak bagi manusia untuk mengotak-atik syariatnya dengan mengurangi atau menambahi.

Juga tidak ada istilah muslim biasa, sebab menjadi muslim berarti taat kepada Allah SWT secara totalitas. Tidak pilah pilih dan kompromi. Jika dikatakan haram maka tinggalkan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 85.

 

“Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tidaklah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS Al Baqarah: 85)


Selanjutnya, hendaknya kaum muslim menyadari dan memperhatikan bahaya dari ide-ide barat. Serta tidak mengambil apapun dari program yang mereka buat, Jangan sampai terikut dan terpengaruh dalam pengotak-ngotakkan yang mereka desain.

Sebaliknya, tetap istiqomah menjalani Islam secara kaffah dengan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, tak perlu melihat pada yang selain dari Islam, sebab Islam sudah sempurna dan paripurna untuk mengatur kehidupan manusia. Allah SWT Berfirman :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

..."Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]


Ayat ini memiliki makna bahwa, sebagai umat-Nya Allah SWT tidak memerlukan agama lain dan tidak pula nabi lain selain Muhammad SAW sebagai penutup para nabi. Sehingga apa yang dibawa oleh Rasulullah, harus ditaati.


Sudah saatnya umat Islam membutuhkan suatu sistem yang bisa melindungi akidah umat Islam. Seperti diketahui dalam sejarah kekhilafahan,  penjagaan akidah menjadi hal yang penting yang dilakukan oleh para Khalifah. Hal ini terlihat pada hukuman yang diterapkan bagi seseorang yang murtad. Setelah diberi bimbingan agar mau kembali ke Islam namun dia tidak mau kembali pada Islam, maka orang yang murtad ini kemudian diberikan hukuman mati. Begitulah Islam dalam penjagaan akidah umatnya. Moderasi beragama tidak akan bisa eksis di tengah-tengah masyarakat ketika Islam diterapkan. Namun ketika negara abai maka rusaklah akidah Islam di tengah masyarakat. Oleh karena itu sudah waktunya menerapakan Syariat Islam kaffah di bawah Khilafah agar kerukunan beragama bisa terjaga tanpa mengorbankan aqidah umat. 


Wallahu a’lam bishshawab.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel