Akses Pupuk Sulit, Kapitalisme Sengsarakan Petani

 


Oleh: Hamsina Ummu Ghaziyah 

Petani di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) harus menempuh jarak sekitar 80 kilometer untuk mendapatkan pupuk bersubsidi. Hal itu terungkap dalam temuan tim Satgassus Pencegahan Korupsi Polri saat memantau penyaluran pupuk subsidi di NTT pada 18-22 Juni 2024. (Beritasatu.com,23/6/2024)

Anggota Satgassus Pencegahan Korupsi Polri, Yudi Purnomo Harahap dalam keterangannya Minggu (23/6/2024), mengatakan, salah satu temuan adalah belum tersubsidi secara merata keberadaan kios, bahkan ada petani yang harus menebus pupuk dengan jarak lebih kurang 80 km. Lebih lanjut,  Satgassus menyarankan kepada Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mengatur dalam bentuk petunjuk teknis (juknis) jarak maksimum keberadaan kios dari petani. Selain itu,  Satgassus juga menyarankan untuk mempertimbangkan BUMDes dan Koperasi Unit Desa (KUD) menjadi kios sehingga dekat dengan lokasi petani. 

Sulitnya akses pupuk bersubsidi membawa dampak serius bagi petani.  Pasalnya, sulitnya mendapatkan akses pupuk bersubsidi berdampak buruk pada hasil pertanian yang tidak optimal hingga gagal panen. Jika hal demikian terjadi,  maka untuk mewujudkan kesejahteraan petani seakan.hanya mimpi belaka. Apalagi pihak terdampak dari tidak terwujudnya cita-cita swasembada pangan dan ketahanan pangan. 

Sulitnya akses pupuk bersubsidi bagi petani ini ditandai dengan banyaknya persoalan, terutama di kedua kabupaten tersebut . Dilansir dari Beritasatu.com, 23/6/2024, hasil pemantauan tim Satgassus ditemukan beberapa permasalahan. Pertama,  di kedua kabupaten tersebut masih banyak petani bahkan mencapai ribuan yang seharusnya berhak, tidak mendapatkan pupuk bersubsidi karena belum terdaftar di E-RDKK. Hal ini salah satunya disebabkan oleh belum padu-padannya nomor NIK petani dengan data dukcapil dan tidak cukup waktu untuk melakukan input data di sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (E-RDKK). 

Kedua, sampai Juni 2024 masih banyak kartu tani yang belum disalurkan oleh bank sehingga petani tidak bisa menebus jatah pupuk bersubsidi. Ketiga, distribusi belum merata. Bahkan, ada petani yang harus menebus pupuk dengan jarak 80 km. Keempat, para distributor dan kios masih belum memahami petunjuk teknis penyaluran secara utuh. Untuk itu,  Satgassus menyarankan agar PT Pupuk Indonesia secara intens melakukan sosialisasi aturan-aturan teknis penebusan kepada para distributor di NTT. 

Kelima, kios dan distributor belum memahami kewajiban stok minimum dimasing-masing gudang distributor dan kios. Untuk itu diharapkan dinas perdagangan untuk mengawasi keberadaan stok dan PT Pupuk Indonesia memberikan akses jumlah stok di kios dan distributor kepada dinas perdagangan dan dinas pertanian kabupaten.  Keenam,  masih banyaknya penolakan Transaksi penebusan oleh tim verifikasi dan validasi kecamatan karena ketidaklengkapan administrasi. 

Pupuk bersubsidi merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani. Disamping,  kebijakan ini diharapkan dapat membantu petani dalam mendapatkan pupuk sesuai dengan harga terjangkau sehingga dapat meningkatkan hasil panen dan kesejahteraan. Namun,  pada faktanya petani justru dipersulit untuk mendapatkan akses pupuk bersubsidi tersebut. 

Parahnya,  pemerintah justru melakukan impor besar-besaran. Bedasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2023 Indonesia mengimpor pupuk sekitar 5,37 juta ton. Mirisnya lagi, pemerintah memiliki utang subsidi pupuk kepada PT Pupuk Indonesia (persero) sebesar Rp12,5 triliun.

Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menyebut, terdiri atas tagihan berjalan April 2024 sekitar Rp2 triliun  dan sisanya merupakan tagihan pupuk pada 2020, 2022, 2023 yang belum dibayar pemerintah. Secara terperinci, dalam paparannya utang pemerintah kepada PT Pupuk Indonesia atas subsidi pupuk 2020 sebesar Rp 430,2 miliar, utang 2022 sebesar Rp182,94 miliar, utang 2023 sebesar Rp9,87 triliun dan utang bulan berjalan 2024 sebesar Rp1,98 triliun. Sebelumnya, utang pada 2022 sebesar Rp16,3 triliun telah dibayarkan pemerintah kepada pupuk Indonesia pada 28 Desember 2023. (Ekonomibisnis.com,20/6/2024)

Fakta di atas menunjukan adanya kapitalisasi pupuk dan lepas tangannya negara dalam memenuhi kebutuhan pupuk bagi petani. Hal ini tidak sejalan dengan program pemerintah dalam memudahkan para petani untuk mendapatkan pupuk dan mensejahterakan para petani. Padahal pemerintah telah menyetujui anggaran subsidi pupuk 2024 bertambah dari sebelumnya Rp26,7 triliun untuk volume 4,7 juta ton, naik menjadi Rp, 53,3 triliun untuk volume 9,55 juta ton.  Jika demikian halnya, pemerintah seharusnya lebih memudahkan para petani tidak hanya di dua kabupaten tersebut tetapi di seluruh wilayah Indonesia untuk mendapatkan akses pupuk bersubsidi bagi para petani. 

Namun,  dalam sistem kapitalisme apapun bisa dikapitalisasi termasuk pupuk. Realitanya,  perusahaan pun memegang kendali atas pengadaan dan distribusi pupuk serta hutang negara atas perusahaan yang sejatinya adalah BUMN sendiri. Alhasil, akses pupuk makin sulit didapatkan dan fakta ini menunjukkan akan sulitnya mewujudkan cita-cita swasembada pangan dan ketahanan pangan. Karena pada faktanya pula, negara berlepas tangan atas kehidupan petani. Sementara, pihak kapitalis selalu diuntungkan dan petani hanya bisa gigit jari. 

Nasib petani dalam sistem kapitalisme terbukti hanya membawa kesengsaraan dan jauh dari kata sejahtera. Sementara di dalam Islam, Khilafah akan melakukan berbagai upaya atau mekanisme agar kehidupan petani dapat hidup dengan sejahtera. Sebab, pertanian merupakan salah satu sektor terpenting terutama untuk ketahanan pangan.

Mekanisme Khilafah dalam mensejahterakan petani meliputi beberapa langkah. Pertama, menyediakan bahan baku hasil produksi sendiri sehingga tidak ada ketergantungan terhadap pihak luar. Hal ini sebagai wujud kemudahan bagi para petani untuk mengakses berbagai kebutuhan pertanian terutama pupuk dan kebutuhan lainnya. Kedua, Khilafah akan menyediakan sumber dana atau modal bagi para petani yang mana sumber dana tersebut diambil dari Baitul Mal berupa kharaj, jizyah, ghanimah, fai, serta hasil pengelolaan SDA.

Ketiga, negara Khilafah tidak akan membiarkan tanah tidak dikelola hingga tiga tahun lamanya. Tanah mati akan digunakan sebagai lahan pertanian, terutama tanah yang ditinggal/dibiarkan oleh pemiliknya selama 3 tahun maka akan diambil alih oleh negara dan akan dimanfaatkan untuk pembukaan lahan pertanian, terutama bagi yang tidak memiliki lahan untuk bertani.

Keempat, negara khilafah akan melakukan pendistribusian pupuk serta kebutuhan pertanian lainnya secara merata kepada setiap petani. Sehingga, tidak ada petani yang mengalami kesusahan dalam mengakses berbagai kebutuhan pertanian. Negara khilafah juga tidak akan melakukan impor pupuk atau kebutuhan pertanian lainnya. Hal ini agar bisa menjaga ketahanan pangan dan memudahkan petani untuk mengaksesnya.

Kelima, penting bagi para petani untuk mendapatkan pendidikan terkait masalah pertanian terutama terkait swasembada pangan dan ketahanan pangan. Maka Khilafah akan mengupayakan dan menyediakan pendidikan khusus terkait hal tersebut.

Posisi petani dalam Islam sangat krusial. Sebab, di tangan merekalah kebutuhan pangan dapat terpenuhi. Untuk itu, peran penting inilah yang menjadikan negara Khilafah sangat memperhatikan kesejahteraan petani dan memudahkan mereka mengakses berbagai kebutuhan pertanian. Tentunya, hal ini hanya bisa kita rasakan ketika hidup dalam sistem Islam yang diterapkan secara kaffah. 


Wallahu A'lam Bishshowab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel