Tapera Bukan Solusi
Oleh: Elih lisnawati
Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera jadi polemik di masyarakat.
Buruh di Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat pun menolak iuran Tapera karena makin memberatkan buruh. Pasalnya, gaji bulanan yang tak seberapa harus dipotong untuk iuran Tapera.
Koordinator Koalisi 5 Serikat Pekerja Bandung Barat, Dede Rahmat, mengatakan, penolakan kebijakan iuran Tapera tersebut bukan hanya dari buruh asal KBB, tetapi ditolak oleh semua buruh di Indonesia.
Sebetulnya, program Tapera-nya kita terima karena impian rekan-rekan buruh ingin memiliki rumah. Tapi iurannya yang kita tolak karena sangat memberatkan buruh," ujar Dede saat dihubungi, Selasa (4/6/2024).
Diketahui, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, besaran iurannya ditetapkan 3% dengan perincian 0,5 % ditanggung perusahaan dan 2,5 % oleh pekerja. Seharusnya, kata Dede, agar program Tapera tersebut tidak memberatkan buruh, maka skema iurannya harus diubah yakni 2,5 persen ditanggung perusahaan dan 0,5 persen oleh pekerja atau buruh.
Program Tapera ( Tabungan Perumahan Rakyat) ini adalah bukti negara tidak memiliki politik penyediaan tempat tinggal bagi rakyat dan bukti kebijakan yang zalim karena memberatkan rakyat di tengah banyaknya potongan yang beraneka ragam, pajak, iuran BPJS dan Tapera.
Belum lagi jika kita bicara perihal pemenuhan kebutuhan hidup yang kian meningkat sementara gaji semakin menyusut karena telah dipangkas berkali-kali. Seharusnya negara tahu diri dan turut merasakan dan paham dengan kesulitan-kesulitan dan beban rakyat. Rakyat sudah pontang-panting mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi dan tidak dijamin negara.
Cukuplah dan jangan terus menambah beban rakyat berlipat-lipat di tengah ekonomi yang lemah kuadrat ini, jangan sampai dengan adanya iuran Tapera membuat pemerintah keenakan dan melepas tanggung jawabnya sebagai penyedia kebutuhan papan bagi masyarakat.
Tampaknya pemerintah tidak mau belajar dari kasus BPJS Kesehatan, korupsi Asabri, Jiwasraya, dan Taspen, amburadulnya lembaga negara. Semestinya menjadikan sebuah pelajaran, bukan malah membuka peluang muncul masalah baru. Pemerintah seakan hanya ingin mengumpulkan uang rakyat, dan peruntukannya juga tidak jelas.
Penguasa minim kepedulian dan tidak ada kepekaan dengan melakukan pemotongan gaji tanpa permisi dan diskusi. Main atur, main paksa, dan main sunat gaji.
Sedangkan negara sendiri belum optimal memberikan pelayanan kepada rakyat dengan sebaik-baiknya. Itulah kebijakan pemerintah dalam sistem kapitalis sekuler saat ini yang berpihak hanya kepada penguasa dan pengusaha.
Sementara Islam memiliki konsep dan Pandangan yang sangat jelas mengenai kebutuhan untuk memiliki tempat tinggalnya pemimpin hadir akan memberi pelayanan sebaik mungkin karena tugas pemimpin untuk mengurus urusan rakyat, bukan mengeruk keuntungan dari rakyat. Rasulullah Saw bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah pengurus dan bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR Bukhari).
Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar bagi rakyat tanpa kompensasi dan tanpa iuran wajib, semua ditanggung oleh negara. Negara bukan pengepul dana rakyat. pembelian tanah untuk bangunan perumahan rakyat dengan harga yang sangat terjangkau atau murah. Negara akan memenuhi kebutuhan pokok lainnya, seperti sandang dan pangan dengan menetapkan kebijakan pangan yang murah. Para pencari nafkah juga akan mudah dalam mengakses dan mencari pekerjaan sebab negara berkewajiban menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat.
Janganlah sampai pemerintah justru menyusahkan rakyat sebagaimana sabda Nabi Saw dalam riwayat Muslim. Dari ‘Aisyah berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Ya Allah, barang siapa yang mengurusi urusan umatku, lantas ia membuat susah mereka, maka susahkan lah ia. Dan barang siapa yang mengurusi urusan umatku, lantas ia mengasihi mereka, maka kasihi lah ia.”
Dengan demikian islam akan menjadikan rumah sebagai kehormatan yang wajib dijaga dan dilindungi sebagaimana
Para ulama di masa lalu telah menuturkan kebijakan Khilafah tentang bagaimana pembangunan rumah tempat tinggal dengan memperhatikan prinsip tersebut.
Islam dengan aturannya yang sempurna dan menyeluruh, jelas mengatur mulai dari pemilihan lokasi, pembangunan ketinggian rumah, jumlah kamar, teras, pagar hingga ventilasi. Dengan demikian
Kebijakan ini telah diterapkan oleh para khalifah pada masa lalu. Begitu pun soal lokasi, sebaiknya jauh dari masjid.
Pertama, karena kawasan yang dekat masjid akan menghalangi perluasan masjid.
Kedua, karena makin jauh, makin besar pahalanya. Juga termasuk kawasan yang bersih dan lingkungannya yang baik.
Masyarakat akan terpenuhi semua kebutuhannya termasuk tempat tinggal yang layak huni, nyaman dan menghadirkan kekhusyukan dalam ibadah apabila penerapan syariat Islam secara kaffah di terapkan kembali, sehingga fungsi negara bisa kembali normal dan rakyat pun akan mendapatkan kesejahteraan yang hakiki.
Wallahu alam bishowab.
Sumber : Tribunnews.com