Sulitnya Memiliki Rumah Dalam Sistem Kapitalisme
Oleh : Imroatus Sholeha (Freelance Writer)
Pemerintah berencana akan menambah pungutan atas penghasilan rakyat melalui iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera).
Program Tapera menjadi sorotan banyak pihak. Pasalnya sejak ide ini pertama dicetuskan menuai reaksi penolakan dari banyak pihak, sebab dianggap merugikan para pekerja. Besaran dari iuran Tapera sendiri total berjumlah 3%. 0,5% (perusahaan) dan 2,5% (pekerja).
Terkait hal ini Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyoroti, hitungan iuran tabungan perumahan rakyat ( Tapera ) sebesar 3% yang menurutnya tidak masuk akal. Ia juga mempertanyakan kejelasan terkait dengan program Tapera, terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung. “Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3% (dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5%) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” tegasnya.
Iqbal mengungkapkan, sekarang ini, upah buruh Indonesia rata-rata adalah Rp3,5 juta per bulan. Bila dipotong 3% per bulan, maka iurannya adalah sekitar 105.000 per bulan atau Rp1.260.000 per tahun. Karena Tapera adalah Tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp12.600.000 hingga Rp25.200.000. SINDOnews.com, (29 /05/2024)
Pemerintah berdalih bahwa Tapera adalah solusi bagi penduduk yang belum memiliki rumah. Kurang lebih ada 9,9 juta jiwa penduduk di Indonesia yang belum memiliki rumah. 14 juta jiwa rakyat berpenghasilan rendah yang tinggal di rumah tidak layak huni serta ada 81 juta penduduk usia produktif (20-40 tahun) yang sulit memiliki tempat tinggal.
Namun, benarkah Tapera menjadi solusi terbaik untuk menuntaskan persoalan hunian? Seperti di ketahui gaji para pekerja sudah banyak di pangkas oleh pemerintah dengan kebijakan-kebijakan yang ada, seperti iuran BPJS, Pajak Penghasilan (PPH), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan lainya. Dan kini dengan adanya Tapera tentu akan semakin mengurangi upah yang diterima para pekerja sementara kebutuhan kian hari kian meroket.
Terbaru presiden Joko Widodo menyetujui kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras otomatis kehidupan kedepan akan semakin sulit dilalui rakyat khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah. Di dunia Pendidikan juga tak kalah ironis, pendidikan saat ini masih sulit dijangkau oleh rakyat kalangan bawah dan tidak merata.
Sejatinya Tapera, BPJS dan sejenisnya adalah bentuk lepas tangan pemerintah dalam meria'yah rakyat. Rakyat diminta saling menanggung satu sama lain baik yang mampu maupun tidak mampu.
Tapera juga disebut pemerintah sebagai tabungan yang dapat dicairkan ketika para pekerja telah pensiun, namun nyatanya saat ini ada ribuan pekerja anggota Tapera yang justru belum menerima dana Tapera yang disebut sebagai tabungan itu.
Demikian dengan iuran BPJS, Kesehatan yang harusnya menjadi tanggung jawab negara untuk memastikan seluruh rakyatnya mendapatkan akses kesehatan secara mudah, bahkan gratis bagi masyarakat dengan fasilitas yang terbaik, saat ini justru tanggung jawab itu diserahkan kepada rakyat. Rakyat dipaksa membayar Iuran BPJS guna menanggung satu sama lain, begitupun dengan Tapera rakyat di paksa gotong royong dalam menyediakan perumahan yang layak huni.
Sementara di sisi lain, penguasa sibuk mengamankan jabatan dan kekuasaannya beserta kroni-kroninya. Rakyat terus diperas dengan pajak dan berbagai jenis iuran dengan dalih Undang-Undang. Selama masih dalam penerapan sistem Kapitalisme rakyat dipaksa legowo dan menerima setiap kebijakan zalim para penguasa.
Selain itu kebijakan Tapera juga bentuk kezaliman bagi pekerja. Sebab meskipun telah memiliki hunian gaji mereka tetap di potong untuk iuran Tapera, hal ini salah satu bentuk kezaliman terhadap rakyat sebab mengambil harta orang lain secara paksa.
Allah Swt. Berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali melalui perdagangan atas dasar suka sama suka di antara kalian.” (QS An-Nisa’ [4]: 29).
Sejatinya Rumah atau tempat tinggal adalah bagian kebutuhan primer yang harus terpenuhi. Sebab rumah adalah tempat berlindung dari terik panas disiang hari, dinginnya udara malam serta tempat perlindungan dari hewan liar. Rumah juga tempat menjalankan berbagai ibadah dengan tenang.
Negara seharusnya dapat memastikan kebutuhan akan rumah terpenuhi bagi seluruh rakyat. Caranya dengan Membuka lapangan pekerjaan rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan primer, sekunder hingga Tersier nya. Negara juga harus mampu Mendistribusikan sumber-sumber daya Alam yang ada untuk kebutuhan masyarakat, melarang penguasaan swasta atau asing atas harta milik umum agar bisa dimanfaatkan secara penuh untuk kepentingan rakyat seperti pendidikan, kesehatan, juga terjangkau nya segala kebutuhan pokok.
Ketersediaan rumah komersil saat ini juga sarat akan transaksi ribawi. Sulit mendapatkan rumah layak huni yang tidak lepas dari transaksi riba. Padahal sebagai mana kita ketahui bersama bahwa riba merupakan salah satu bentuk dosa besar dan pelakunya dicap oleh Allah SWT sebagai pihak yang berani menyatakan perang terhadap Allah dan Rasulullah.
Hal ini berbeda jauh dengan Islam, dimana kekuasaan berjalan di atas akidah yang lurus melalui penerapan aturan Islam. Mengharamkan segala bentuk riba dalam berbagai transaksi termasuk dalam akad jual-beli rumah, Islam juga melarang penguasaan lahan atas sebagian orang. Apabila lahan sudah ditelantarkan selama 3 tahun maka akan ditarik oleh negara dan diberikan kepada rakyat yang membutuhkan.
Pemasukan negara pun memiliki banyak sumber diantaranya hasil pengolahan sumber daya Alam yang keuntungannya di distribusikan untuk mensejahterakan rakyat. Melalui pengelolaan yang syariat Islam kebutuhan pokok rakyat termasuk rumah dapat terpenuhi dengan baik, sejatinya sistem Islam diturunkan Allah SWT sesuai dengan fitrah manusia dan membawa rahmat bagi seluruh alam bila di jalankan secara total dalam seluruh lini kehidupan.
Wallahualam Bis Shawwab