Pengangguran Merajalela, Benarkah Sistem Kapitalisme Mampu Memberikan Solusi?
Oleh: Zuliyama, S.Pd.
(Aktivis dakwah muslimah)
Pengangguran merupakan hal yang tak bisa terbendung lagi terjadi di negara ini, baik yang telah menempuh pendidikan tinggi ataupun yang sekedar menyelesaikan pendidikan sekolah. Kian hari jumlahnya kian meningkat hingga menambah keresahan dalam diri masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 99 juta penduduk Indonesia yang tergolong usia muda atau Gen Z belum memiliki pekerjaan. Angka tersebut didominasi oleh penduduk yang berusia 18 hingga 24 tahun. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah mengatakan bahwa angka tersebut statusnya sedang mencari pekerjaan usai lepas dari masa pendidikan. Namun mereka tak kunjung mendapat pekerjaan. “Mereka yang pengangguran itu kebanyakan adalah generasi Z ya. Mereka yang rentang usianya 18-24 tahun yang selesai lulus SMA/SMA atau lulus perguruan tinggi” ujar Ida usai rapat bersama Komisi IX DPR di Jakarta (kumparan.com 20/5/2024).
Faktor utama banyaknya angka pengangguran pada penduduk muda adalah karena kurang sinkronnya pendidikan dan permintaan tenaga kerja. Faktor lain yang menyebabakan tingginya angka pengangguran di kalangan Gen Z adalah turunnya lapangan pekerjaan di sektor formal. Pekerja formal yang dimaksud, mereka memiliki perjanjian kerja dengan perusahaan berbadan hukum. Selama periode 2009-2014 lapangan kerja yang tercipta di sektor formal menyerap sebanyak 156 juta orang. Jumlah ini menurun menjadi 85 juta orang pada periode 2014-2019 dan kembali merosot pada periode 2019-2024 menjadi 2 juta orang. “Hal ini menunjukkan bahwa peluang masuk pasar kerja formal di Indonesia kian sulit termasuk oleh lulusan baru (fresh graduate)” demikian dikutip dari Kompas.id (Kompas.com 24/5/2024).
Mengapa pengangguran merajalela?
Pada channel youtube Raymond Chin diulas bahwa pengangguran yang marak di kalangan gen Z terjadi karena empat masalah. Pertama, masalah negara karena memiliki produktivitas lemah akibat lemahnya industri manufaktur. Kedua, masalah edukasi. Tingginya biaya uang kuliah tunggal (UKT) yang baru-baru ini kembali digaungkan memang menjadi salah satu faktornya rendahnya tingkat pendidikan penduduk negara ini. Hal ini tercermin pada data bahwa rendahnya jumlah penduduk yang menempuh pendidikan tinggi pada Maret 2023 hanya sebesar 10%. Padahal, pendidikan tinggi adalah salah satu yang relevan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja high skill oleh banyaknya masyarakat yang mayoritasnya masih low skill. Ketiga, masalah lapangan pekerjaan. Selain dari dua masalah sebelumnya, banyaknya pengangguran diperparah dengan ekonomi global yang melemah sehingga membuat permintaan tenaga kerja menjadi berkurang. Keempat, masalah gen Z itu sendiri. Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, gen Z dikatakan lebih sulit beradaptasi dengan pekerjaan dan generasi yang mentalnya paling tidak tertempa. Oleh karena itu, beberapa perusahaan memilih untuk tidak merekrut gen Z dikarenakan gambaran akan karakter gen Z tersebut. Ditambah lagi gen Z yang tidak ingin terkekang oleh pekerjaan membuat mereka masih enggan untuk bekerja atau memilih untuk bekerja di sektor informal.
Kapitalisme adalah dalang dibalik pengangguran?
Masalah pengangguran itu sendiri bukanlah masalah yang baru-baru ini terjadi, melainkan telah menjadi masalah sejak tahun-tahun sebelumnya. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi angka pengangguran secara umum. Adapun pada masalah edukasi, pemerintah telah menggelontorkan 20% APBN untuk biaya pendidikan berupa pengadaan berbagai beasiswa. Sayangnya, biaya tersebut belum juga cukup menuntaskan masalah pendidikan di negeri ini. Di tengah banyaknya penduduk yang mendapatkan beasiswa, rupanya masih banyak juga penduduk yang tidak mendapatkan beasiswa. Hal ini karena pemerintah memang membatasi jumlah kuota yang mendapat beasiswa mengingat biaya pendidikan yang juga terbatas.
Terkait masalah lapangan kerja, pemerintah selalu mengupayakannya dengan membuka kran investasi dari luar negeri pada berbagai pembangunan, pertambangan dan lainnya sehingga mampu membuat lapangan kerja baru bagi warganya. Sayangnya, warga negara ini sering kali hanya menjadi buruh bagi perusahaan-perusahaan asing tersebut. Selain itu, adanya perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di negara ini membuat banyaknya pekerja asing yang turut bekerja dan membuat persaingan makin sengit diantara para pencari kerja. Selain dari mengandalkan perusahaan asing atau perusahaan swasta tersebut, peningkatan lapangan kerja juga dilakukan dengan pengembangan skill warga melalui Balai Latihan Kerja (BLK). Sayangnya meskipun program ini bisa mengurangi angka pengangguran, namun ini belum cukup untuk mengatasi masalah pengangguran yang membanjir. Masalah kurangnya kesadaran pada warga negaranya untuk bekerja mencari nafkah juga menjadi masalah yang turut berpengaruh. Namun karena angkanya yang terbilang kecil, sehingga sering kali diabaikan.
Nyatanya jika kita telisik, masalah-masalah tersebut dapat terjadi karena adanya penerapan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini. Dalam sistem ini, kebebasan adalah sesuatu yang diagungkan termasuk di dalamnya kebebasan kepemilikan. Setiap individu bebas memiliki apapun asal memiliki biaya untuk membelinya, baik itu sebuah pulau, pertambangan dan lain-lain. Akibatnya, banyaknya kekayaan negara ini terkhusus SDA yang melimpah tidak dapat dinikmati oleh masyarakat umumnya karena telah dikuasai oleh segelintir orang saja. Pendapatan negara pun menjadi berkurang karena SDA yang akan dikelola untuk kemaslahatan rayat telah tergerus sedemikian banyak. Hal ini nantinya akan berefek pada sedikitnya biaya pendidikan yang bisa diberikan oleh negara juga fasilitas-fasilitas yang lain. Selain itu, sistem sekuler kapitalisme yang mendasarkan perbuatannya pada manfaat semakin mendukung kebebasan tersebut dengan menomorduakan kepentingan rakyatnya. Pada bidang pendidikan, rakyat dibiarkan banting tulang demi memenuhi kebutuhan pendidikan di tengah banyaknya pajak yang harus dibayarkan dan mahalnya kebutuhan harian mereka. Adapun pada pengadaan lapangan pekerjaan, negara seolah berlepas tangan dengan menggantungkan hidup rakyatnya pada perusahaan swasta.
Islam Mampu Memberikan Solusi Masalah Pengangguran
Jika berbicara Islam, maka orang akan memikirkan bahwa aturan Islam hanya sebatas pada rukun Islam saja. Padahal, nyatanya Islam adalah aturan yang sempurna dan paripurna yang mengatur segala aspek kehidupan manusia. Adapun cara Islam mengatasi masalah pengangguran adalah sebagai berikut. Pertama, memberikan pemahaman tentang kewajiban mencari nafkah bagi lagi-laki terlebih bagi mereka yang sudah berkeluarga. Hal ini sebagaimana tercantum dalam QS. Al Baqarah 233 yang artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan kepada para ibu dengan cara yang makruf.” Hal ini juga tercantum dalam hadits Rasulullah “Hak mereka (istri) atas kalian (suami) adalah agar kalian memberi rezeki dan pakaian kepada mereka dengan cara yang baik” (HR Muslim) dan dalil-dalil lainnya. Dengan adanya pemahaman kuat tentang kewajibannya, maka para laki-laki dewasa tidak akan bermalas-malasan untuk mencari kerja apalagi enggan untuk bekerja. Selain itu, keimanannya terhadap juga pencipta akan membuat mereka tidak hanya sekedar bergerak dari sisi kemanusiaan tapi juga atas dasar ibadah kepada sang Khaliq sebagaimana firman Allah SWT pada QS Adz-dzariyat:56 “Dan tidak Ku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku”.
Kedua, menyelenggarakan sistem pendidikan gratis dengan mental islam yang kuat. Tak bisa dipungkiri bahwa pendidikan adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap pekerjaan yang akan ia dapati. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pula skill yang ia miliki dan akan semakin terpakai dalam dunia kerja. Namun lebih dari itu, keimanan yang mendasari setiap langkah mereka akan membuat mereka menempuh pendidikan dengan tujuan dapat memberikan kemaslahatan pada rakyat banyak, bukan sekedar keuntungan untuk diri sendiri. Adapun biaya untuk pendidikan gratis tersebut diperoleh dari pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara yang tidak memperbolehkan pemberian atau penjualan SDA kepada segelintir orang.
Ketiga, menyediakan lapangan kerja dengan menghidupkan sektor padat karya seperti pertanian, industri, perikanan, perkebunan atau pertambangan. Sektor ini akan dikembangkan secara merata berdasarkan potensi SDA pada masing-masing wilayah secara mandiri oleh negara tanpa campur tangan swasta hingga negara akan dapat secara leluasa menyerap tenaga kerja dari rakyat.
Keempat, memberikan bantuan modal berupa uang, lahan, sarana dan prasarana produksi. Maka dengan tersedianya segalah kebutuhan masyarakat, tidak ada lagi alasan bagi setiap individu untuk menjadi pengangguran. Namun terhadap laki-laki yang sudah tak bisa bekerja disebabkan ketidakmampuan fisik atau hal lainnya, maka akan diberikan santunan untuk memenuhi kebutuhannya. Tentu ini juga dapat terealisasi karena negara yang bersungguh-sungguh meri'ayah rakyatnya sebagaimana sabda Rasulullah “Imam yang diangkat untuk memimpin manusia itu laksana penggembala dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)” (HR. Imam Al-Bukhari). Maka dari sini dapat kita simpulkan bahwa hanya Islam lah yang bisa memberikan solusi masalah pengangguran.
Wallahu a’lam bishawab.