Kebijakan Zalim, Semakin Membebani Masyarakat.


Penulis : Ika Kusuma 

Polemik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 perihal pelaksanaan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai penolakan serempak, baik dari pihak buruh maupun pengusaha. Disebutkan total potongan tersebut sebesar 3%  dari jumlah gaji karyawan. PP tersebut mengharuskan perusahaan memotong gaji karyawan swasta sebesar 2,5% untuk iuran Tapera. Sedangkan 0,5 % dibebankan kepada perusahaan guna membantu pembiayaan pembelian rumah. 

Nining Elitis selaku koordinator Dewan Buruh Nasional (KASBI) menyebut Tapera hanyalah beban tambahan dari sepersekian potongan gaji yang harus ditanggung buruh, mulai dari iuran BPJS kesehatan, pensiunan hingga jaminan hari tua. (sindonews.com, 29 Mei 2024). 

Ternyata pemerintah telah mencanangkan program Tapera untuk pekerja mandiri atau informal selambat-lambatnya pada 2027. Ini berarti, nantinya tak hanya karyawan swasta yang diwajibkan, namun para pekerja seperti para penarik Ojol, pelaku UMKM hingga satpam swasta pun wajib ikut program Tapera. Nantinya iuran Tapera tersebut akan dikelola oleh BP Tapera di mana yang menjabat sebagai ketua adalah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono. Sedangkan anggota komite terdiri dari 

Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Federica Widyasari Dewi. Gaji yang akan diterima komite Tapera terbilang cukup fantastis, yakni berkisar  Rp 29 juta - Rp 43 juta per bulan. Gaji tersebut juga masih akan ditambah dengan insentif berupa tunjangan dan manfaat tambahan lain. (sindonews.com, 30 Mei 2024). 

Namun sayangnya, program Tapera yang dicanangkan pemerintah terasa tak masuk akal, mengingat jika kita hitung secara matematis, iuran Tapera sebesar 3% ini tak akan mencukupi bagi buruh untuk membeli rumah pada masa pensiun ataupun saat di PHK. Perhitungan iuran 3% selama 20 tahun masa kerja saja hanya mencapai nilai 25,2 juta yang cukup jauh dengan harga properti atau rumah yang terus naik tiap tahunnya. 

Jika seperti ini, Tapera dirasa bukanlah solusi namun justru tambahan beban baru bagi masyarakat di tengah himpitan ekonomi yang kian sulit. Bukannya bertambah pendapatan mereka justru berkurang dengan sejumlah potongan yang dibebankan. Bayangkan, untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari saja sebagian besar rakyat harus ekstra banting tulang, ditambah lagi kebutuhan pokok, biaya kesehatan dan pendidikan yang juga terus naik, beban mereka harus ditambah lagi dengan Tapera. 

Sangat jelas negara telah abai dengan peran utamanya sebagai pengurus rakyat. Di tengah sistem kapitalisme yang meniscayakan mahalnya harga kebutuhan pokok, kesehatan serta pendidikan, negara justru hanya menjadi pihak penyedia tanpa mempedulikan kemampuan rakyatnya dalam mengakses rumah yang layak. Dan sayangnya seperti kebijakan yang sudah- sudah, dalam program Tapera ini negara lagi-lagi menyerahkan pembangunan kepada pihak swasta dan korporasi. Mereka tentu akan mengomersilkan hunian yang mereka bangun dengan mengambil keuntungan besar. Jelas sudah peran negara dalam sistem kapitalisme bukan lagi pelayan untuk rakyat, namun korporasi. 

Hal ini tentu sangat berbeda tentang konsep negara dalam sistem Islam kaffah atau khilafah. Dalam khilafah, fungsi utama negara adalah raa'in, yakni pengurus dan pelayan umat. Tugas negara menjamin semua kebutuhan pokok rakyat, dari mulai sandang pangan, dan papa, bukan justru berlomba mengetuk keuntungan dari rakyat. 

Dalam masalah penyediaan hunian yang layak untuk rakyat sepenuhnya tanggung jawab negara. Negara dilarang menyerahkan pembangunan dan pengelolaannya kepada korporasi ataupun swasta. Pendanaan pembangunan juga ditanggung oleh negara melalui Baitul Mal, bukan dibebankan pada rakyat seperti dalam sistem kapitalisme saat ini. 

Sedangkan untuk memastikan rakyat mampu mengakses hunian yang layak, negara terlebih dulu akan memastikan setiap warga negaranya mudah mendapatkan pekerjaan dengan membuka lapangan pekerjaan yang luas. Namun jika masih ada rakyat yang belum mampu membeli rumah yang layak, maka negara akan hadir sebagai penjamin pemenuhan kebutuhan ini terpenuhi. Selain itu, jika ada rakyat yang sudah memiliki rumah namun tak layak, maka negara akan segera merenovasinya. 

Kesejahteraan umat menjadi perhatian penting bagi negara. Maka jaminan akan pendidikan, kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pokok lainya akan dipastikan terpenuhi dalam negara khilafah. Dalam proses pemenuhan kebutuhan pokok ini juga dipastikan tak ada pihak yang terzalimi karena setiap kebijakan berdasarkan syariat, yakni aturan  yang telah Allah  tetapkan. 

Perlu digaris bawahi, dalam khilafah negara tak berhak membuat aturan, karena aturan murni dari Allah. Maka dapat dipastikan setiap kebijakan yang diambil tidak akan berpihak pada salah satu kelompok atau golongan saja. Negara Islam berdaulat penuh dan tidak terintimidasi oleh pihak manapun dalam mengambil kebijakan. Semua berdasarkan syariat dan demi kepentingan umat. Maka bukan hal mustahil kesejahteraan umat kan terwujud dalam sistem ini. Wallahualam.

Sumber: sindonews.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel