HET Beras Naik, Bikin Masyarakat Cemas
Oleh : Noviyanti
Beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Harga beras yang terlalu mahal pasti akan menyusahkan setiap orang dan juga masyarakat miskin menjadi tidak bisa membeli beras dalam jumlah yang layak. Sehingga membuat masyarakat was-was, karena penghasilan yang didapat akan banyak tersedot untuk belanja beras yang akan menyebabkan pengurangan belanja kebutuhan yang lainnya.
Seperti yang terdengar belakangan ini. Lonjakan harga beras sedang menjadi persoalan yang akan dihadapi oleh masyarakat. Dimana Harga Eceran Tertinggi (HET) beras per 31 Mei 2024 bakal naik secara permanen. Karena pemerintah melalui Badan Pangan Nasional(Bapanas) sedang menyiapkan aturan tentang penetapan HET relaksasi beras yang saat ini akan berlaku menjadi HET permanen.
Untuk di setiap wilayah, HET beras premium akan naik Rp 1.000/kg dari HET sebelumnya. Untuk wilayah sumatera Selatan, Lampung, dan Jawa berkisaran Rp14.900/kg dari HET sebelumnya Rp13.900/kg. Wilayah Bengkulu, Jambi, Sumatra Barat, Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung dan Sumatera Utara diberlakukan Rp15.400/kg dari HET sebelumnya Rp14.400/kg. Kemudian untuk wilayah Nusa Tenggara dan Bali berlaku di Rp15.400/kg dari HET sebelumnya Rp14.400/kg. Juga berlaku sama untuk di wilayah Nusa Tenggara Timur. (CNN Indonesia, 20-5-2024).
Kenaikan HET beras , tentu membuat hidup rakyat makin sulit dan penuh dengan kecemasan. Apalagi banyaknya PHK, tingginya angka kemiskinan dan perekonomian yang semakin menurun. Banyak keluarga lebih memilih pangan yang lebih murah. Para ibu memilih membeli sekadar karbohidrat daripada protein dan lemak. Akhirnya nutrisi keluarga tidak dapat terpenuhi dengan baik, sehingga menyebabkan stunting, sampai anak-anak usia sekolah jadi lambat berpikir. Apalagi bansos yang digalakkan pemerintah sebagai solusi atas kenaikan kebutuhan pokok, menunjukkan banyak terjadinya bansos yang tidak tepat sasaran.
Kenaikan HET beras, juga tidak membuat para petani mengalami kesejahteraan, karena dengan biaya produksi yang semakin tinggi maka HPP gabah paling rendah sebesar Rp 5.000/kg. Dengan harga gabah seperti itu, petani boro - boro mendapatkan keuntungan melainkan mengalami kerugian.
Saat ini, rantai distribusi beras dikuasai oleh sejumlah para penguasa. Para penguasa tersebut memonopoli petani dengan membeli gabah dengan harga yang paling tinggi, sehingga para petani kecil tidak dapat memproduksi dikarenakan tidak adanya lagi pasokan gabah yang hendak digiling menjadi beras. Para penguasa ini tidak hanya menguasai sektor hulu bahkan juga di sektor hilir.
Dengan demikian, para penguasa dapat menguasai seluruh rantai usaha pertanian, mulai dari produksi, distribusi, sampai konsumsi, bahkan termasuk importasi. Model korporatisasi seperti ini yang pada akhirnya mampu mengambil kendali terhadap pasokan pangan, serta mengendalikan harga pasar dan tingkat konsumsi masyarakat.
Jadi, permasalahan utama adanya kenaikan HET beras ini adalah dengan penerapan sistem politik demokrasi kapitalisme sehingga melahirkan pemerintahan yang abai, gagal dalam mengurusi rakyat.
Solusi Islam Dalam Ketahanan Pangan
Dalam Islam, kebutuhan pokok rakyat terutama beras, merupakan kebutuhan yang sangat primer. Dimana salah satu kewajiban negara adalah berkewajiban menjamin adanya pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya. Karena negara tidak boleh bersandar kepada negara lain. Negara wajib mengelola beras dari hulu sampai hilir, mulai dari produksi, distribusi sampai ke tangan rakyat.
Langkah - langkah yang diambil negara untuk menjaga harga beras tetap stabil adalah sebagai berikut : pertama, menghentikan impor dan memberdayakan sektor pertanian. Kedua, intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi dilakukan dengan meningkatkan produktivitas lahan yang sudah tersedia. Negara dapat mengupayakan dengan penyebarluasan dan teknologi budidaya terbaru di kalangan para petani serta membantu pengadaan mesin-mesin pertanian, benih unggul, pupuk, dan sarana produksi pertanian lainnya. Ketiga, memastikan rantai distribusi ini sehat, adil dan merata yakni bebas dari penimbunan, monopoli, dan berbagai praktik bisnis lainnya yang apabila merusak rantai distribusi tersebut maka negara akan menindak tegas mafia - mafia pangan yang berupaya memonopoli harga beras di pasar. Pendistribusian pangan dilakukan dengan melihat setiap kebutuhan pangan per kepala. Maka, akan diketahui berapa banyak kebutuhan yang harus dipenuhi negara untuk setiap keluarga.
Dalam negara Islam juga tidak melakukan pematokan harga (tas’ir), harga terbentuk secara alami sesuai dengan permintaan dan penawaran di pasar. Dengan demikian, negara tidak menentukan HET. Kesungguhan negara dalam melakukan pengawasan bahan - bahan pokok terutama stok beras dapat dibuktikan dengan hadirnya Kadi Al-Muhtasib yang berperan dalam mengurusi penyimpangan atau perselisihan yang membahayakan hak-hak masyarakat. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab ra., beliau pernah mengangkat Asy-Syifa dan Abdullah bin Utbah sebagai kadi hisbah atau pengawas pasar di Madinah.
Demikianlah, Islam dengan sistem pemerintahannya sangat serius mewujudkan ketahanan pangan dan pengelolaan pangan yang berkeadilan. Islam akan memberangus praktik-praktik perdagangan yang diharamkan. Pengelolaan pangan akan diurus di bawah kendali negara, bukan diserahkan pada swasta, apalagi pengusaha.
Waallualam Bishowab
Sumber : CNNIndonesia